Peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan laporan International Institute for Management Development (IMD) 2016, peringkat daya saing Indonesia turun enam peringkat dari peringkat ke-42 menjadi ke-48 dari 61 negara. Direktur IMD Competitiveness Center Profesor Arturo Bris mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang mengalami penurunan signifikan. "Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, turun signifikan dari posisi tahun 2015.
Di level Asia Tenggara, peringkat Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Singapura menempati peringkat empat atau turun satu peringkat, Malaysia turun lima peringkat ke posisi 19, Thailand naik dua peringkat ke posisi 28, sedangkan Filipina turun satu peringkat ke posisi 42.
Sementara itu berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau sama dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah satu negara di Afrika yang merdeka pada 1960).
Ternyata peringkat daya saing dan indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia memiliki hubungan yang relevan. Ketika angka IPM rendah, maka daya saing suatu bangsa juga menjadi rendah. Ini berarti untuk meningkatkan daya saing negeri ini diperlukan dukungan sumber daya manusia yang bermutu..Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan membangun budaya teknologi melalui perpustakaan.
Perlu diketahui indeks pembangunan sumber daya manusia itu adalah pengukuran hasil kebijakan pembangunan multisektoral terhadap kualitas hidup manusia, yang dipakai program pembangunan PBB untuk laporan tahunannya. Salah satu komponen penilaian yang mencapai bobot dua per tiga adalah penguasaan pengetahuan dan teknologi yang diukur dengan kemampuan membaca dan menulis fungsional (literasi informasi) yang merupakan wilayah kerja perpustakaan. Hal inilah yang mendasari pemikiranbahwa keberadaan perpustakaan merupakan salah satu pilar untuk membangun budaya ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.
Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, perpustakaan adalah sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia. Menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia itu kepada generasi selanjutnya. Perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit ofInformation Society– WSIS, 12 Desember 2003.
Deklarasi WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Ketua LIPI Iskandar Zulkarnaen (2015) mengungkapkan bahwa dengan tidak menempatkan penguasaan dan pengembangan iptek sebagai landasan pembangunan maka Vietnam sangat berpeluang menyalip perkembangan Iptek Indonesia dalam waktu dekat. Posisi sekarang yang jelas itu Vietnam. Kalau kita tidak hati-hati sebentar lagi mereka akan berada di depan kita
Selama ini kita hanya memanfaatkan teknologi dan belum mengembangkan teknologi. Contohnya telepon genggam yang kita pakai kebanyakan bukan buatan Indonesia, televisi yang kita tonton juga bukan buatan Indonesia, mobil juga bukan buatan orang kita. Jadi, menurut dia, belum ada kesadaran untuk bagaimana memenuhi kebutuhan sendiri dengan penguasaan dan pengembangan teknologi inovasi.
Selama ini entah disengaja atau tidak, pemerintah telah lupa untuk mencetak generasi yang suka membaca. Himbauan untuk gemar membaca sejak zaman orde baru sampai kini terus digaungkan tetapi tidak didukung dengan infrastruktur membaca yang memadai. Perpustakaan yang bersentuhan langsung dengan akar rumput hanya ada di ibukota kabupaten/kota saja. Itupun belum semua mampu memberikan kenyamanan kepada masyarakat untuk membaca.
Kemarin ada survey yang menyatakan negeri ini punya banyak perpustakaan namun minat baca semakin rendah. Bagi saya ini berarti perpustakaan yang ada memang berkualitas rendah karena memang belum ada perhatian dari penguasa yang memimpin negeri ini. Kemungkinan berikutnya, perpustakaan desa dan sekolah yang kebanyakan hanya papan nama saja turut dihitung jumlahnya sehingga mempengaruhi hasil penelitian.