Seperti dipeluk raksasa hutan. Tubuh kecilmu kian terpendam diantara cahaya kemurkaan. Kaki mungil menapak legam tanah rimba.
Banyak yang sudah kau lewati di bulatnya tanah kehidupan. Senantiasa didera derita coba, bukan berarti layu untuk melangkah.
Kamu membisu, padahal tidak bisu
Mulutmu penuh benalu hingga kau takut bicara
Tanah rimba ujian pertama bagi penampilanmu
Tanah rimba menyuruhmu untuk bergegas
Tapi kau terjungkal-jungkal
Terjerembab bersama suara-suara hinaan
Salah siapa? Tak usahlah menuduh
Mengasuhmu tanpa ilmu? Ketika percaya intan berlian tak bisa digigit jaman
Bom waktu akhirnya berbisik, "Sstt...sekarang dia dibanting. Kenyamanan telah dicabut dari hidupnya"
Semua tertawa dengan pantat merahnya
Semua mencibir bersama gigi hitamnya
Berjalan diantara hiruk pikuk kehidupan yang berputar tajam
Usia menggerogoti pelan sesak kekejaman
Sangat disayangkan, hatimu tertelikung puja tama
Teman-temanmu sekarang hanya bisa melihat, sampai dimana kekuatan mentalmu?
Legam tanah rimba telah usai
Cerita itu telah ditutup
Episode baru cepatlah kau tulis
Sebelum ajal mengikis
Percayalah, masih ada kesempatan kedua, ketiga, keempat....
Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang
Merangkaklah dalam kesunyian dan taburi keheningan dengan sujud tangismu
Bukankah Dia telah berfirman, Dimanapun makhluk-Ku berada, bahkan dilubang semutpun. RahmatKu akan Ku tebar, cahaya suci akan Ku sorotkan
Solo, 14 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H