Lihat ke Halaman Asli

Puisi | Semenjak Itu....

Diperbarui: 9 Juni 2019   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Entah kapan Kuda dan Poni bersua
Hingga sepakat berkubang asmara
Jalan diterabas dipanggul dengkul
Melati dipetik dijadikan bubur

Semenjak itu....
Kepulan asap tak henti-hentinya merayap. Diantara balai-balai bambu, selimut baumu, karet gelang ibumu bahkan bekas liur nenekmu.

Semenjak itu....
Bau badanmu menjadi satu bercampur derai tawa keberlanjutan. Siapa yang untung?
Kuda berlaku sembrono membiarkan Poni tergelak-gelak. Ini sebuah petaka? Bukan! Ini romantisme bercawat kadal.

Semenjak itu....
Kuda Poni butuh asupan. Setan gentayangan memukuli kepala mereka. Tak berkesudahan pada semua malam.

Poni merasa menjadi pengantin. Harum kain penutup tubuh di obral sejumput rasa. Jadilah genderang pengumuman ditabuhkan.

Kuda melesat meninggalkan asmaraloka. Melewati padang gersang berjuntai akar rotan belantara hutan. Tiarap bersembunyi.

Semenjak itu....
Poni tersedak nafsu kebodohan. Tangisnya berlayar melewati rerimbun semak, berlarian hinggapi bukit barisan. Kumandang terang memenuhi pojokan.

Semenjak itu...
Hilanglah akal hilanglah badan. Pintalan asanya hangus terbakar sampai ajal.

Semenjak itu....
Poni merintih keenakan.

*Solo, 9 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline