Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Maaf Pram, 13 Tahun yang Lalu Aku Memakimu

Diperbarui: 3 Juni 2019   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang Pramoedya Ananta Toer menasehatiku. Ia berujar, "Tulis apa saja yang ada dipikiranmu. Jangan takut dibilang jelek tak bermutu. Suatu ketika tulisan itu pasti berguna"

"Aku sudah mengikuti anjuranmu, Pram! Dan memang tulisanku jelek tak berbobot. Itu dibuktikan dengan ditolaknya tulisan-tulisanku. Media-media massa telah aku bombardir dengan amunisi penuh. Aku frustasi, benar-benar frustasi, Pram!

"Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil...."

"Ngomong itu mudah, Pram"

"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang....kalau kamu tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak, karena fungsi hidupnya hanya beternak diri"

"Dan hari ini aku lagi jatuh rindu. Kena hantam badai cinta, Pram!

Seorang gadis kecil arah utara merajam hatiku! Segi positifnya, aku ingin menulis lagi, cari koin untuk menggelembungkan pundi-pundi. Sebab, cinta harus bermodal.

Kami telah bangkrut! kantong kami bertiga telah dibuat hangus terbakar sampai dasar, buat nyenengin gadis-gadis itu.

"Juga jangan jadi kriminil dalam percintaan-yang menaklukan wanita dengan gemerincing ringgit, kilau harta dan pangkat. Lelaki belakangan ini adalah kriminil, sedang perempuan yang tertaklukan adalah pelacur....
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari"

"Jatuh cinta itu lumrahkan, Pram?!"

"Cinta itu indah....juga kebinasaan yang akan membuntutinya...."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline