Tenar bisa menempel pada sesuatu apapun dibumi. Masa ketenaran tiap obyek berbeda satu sama lain. Mereka melalui tahapan untuk meraih ketenaran. Dari artis, olahragawan, kuliner, sampai tempat wisata.
Di sini saya akan bahas satu wana wisata yang dulunya tenar? (mencoba tenar. Dipaksa untuk tenar?) tapi akhirnya menyerah kalah digilas sang kompetitor, terperangkap sepi di hutan pinus nan asri. Tidak salah lagi, yaitu Wana Wisata Tlagan Asri.
Kunjungan saya pada Sabtu siang mendapatkan beberapa artifisial "lapuk" dan lapuk. Sudah tidak secantik kala kali pertama di gaungkan. Saya merasa memasuki kawasan hunian yang ditinggalkan penduduknya karena gempuran akibat peperangan.
Hutan pinus adalah awal kenapa wana wisata ini coba ditawarkan. Ditambah artifisial pendukung mereka mencoba memasuki kancah dunia pariwisata. Level mereka lokal dengan ragam spot selfie yang menjadi andalan. Jadi ini wisata selfie.
Tapi sayangnya, spot selfienya semua sama dengan beberapa wana wisata lain disekitaran lereng gunung Lawu. Hal ini mungkin menjadi faktor kenapa akhirnya mereka melemparkan handuk putih. Menyerah.
Sesuatu yang sama membuat obyek itu tidak menarik. Disekitaran mereka banyak wana wisata yang menawarkan spot selfie. Dan itu seragam. Lihat saja, kalau tidak berbentuk hati dengan tulisan I love You, rumah pohon (sebenarnya bukan. Kalau rumah pohon sebenarnya bener-bener bentuk rumah dengan perabotnya ada seperti di barat), gardu pandang (bunga matahari, papan berbentuk hati, perahu cadik, sangkar burung raksasa ditambah beberapa papan yang bisa dipegang pengunjung dengan tulisan: aku cinta kamu, aku sayang kamu, kapan menikah? Semoga cinta kita abadi, aku disini kamu dimana? Di Hatiku Hanya Ada Kamu.
Kok tidak ada tulisan: Kapan Hutangmu Dilunasi?), sayap malaikat (sayap burung kali. Akan lebih bagus sayap kelelawar). Malah menjengkelkan lagi pengelola menambah item jembatan uji nyali panjang dua meter dari tali tambang plastik. Jarak dari tanah tanah hanya satu meteran. Maksudnya apa? Mungkin buat anak-anak, om. O ya?
Pandangan saya arahkan ke berbagai sudut. Kaki merusak timbunan tatanan alami berupa ranting pinus, dedaunan, sulur-sulur, ditemani suara serangga bercucuran mirip peluit wasit diliga nasional.
Betapa tidak mudahnya mempertahankan obyek wisata agar laku dan dikunjungi. Dibutuhkan kekuatan berlapis niat. Saya juga tidak seratus persen menyalahkan pengelola.
Obyek wisata buatan manusia kalau fenomenal mungkin akan bertahan lama. Misal, candi Borobudur, Prambanan, Waduk Gajah Mungkur (obyek wisata sendang Asri), dst. Apalagi buatan Tuhan: Danau Toba, Bromo, Grojogan sewu, dst.
Buatan manusia kalau hanya asal-asalan (kurang kreatif-bahasa halusnya) saya pastikan akan terjungkal. Dan itu beberapa pernah saya temui. Istilahnya obor blarak, menyala sesaat cepat redupnya.