Lihat ke Halaman Asli

Menengok Kondisi Terkini Area Museum Karst Indonesia di Wonogiri

Diperbarui: 24 Agustus 2018   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Rencana mengunjungi museum Karst Indonesia akhirnya tergapai. Pagi menjelang siang saya telah berdiri tegak di pintu gerbang obyek wisata. Deretan kata 'Museum Karst Wonogiri' terpampang membentuk setengah lingkaran di area publik. Beberapa ornamen berwarna tembaga menjadi elemen mempercantik tempat itu. Tapi, apakah benar-benar cantik? Simpan kesimpulannya, biarkan saya melanjutkan penjelajahan. Dari gerbang besar melesat lurus kira-kira 100 an meter ada pos loket kecil. Kondisinya sepi. Dari belakang motor dan mobil masuk tanpa beli tiket. Sayapun ikut-ikutan. Kok nggak bayar, om? Jawabannya nanti ya. 

dokpri

Mengitari sebentar dibeberapa titik akhirnya sampai didepan bangunan museum. Sekelompok kecil pengunjung berkumpul di spot favorit. Karena tidak ada petugas parkir, Motor saya tongkrongkan didepan bangunan museum berbentuk nasi tumpeng (dilihat dari depan). Menaiki tangga beberapa tingkat, pelataran terlampaui. Sebentuk kolam dengan air mancur telah paripurna aktifitas, mati. Tidak ada setetes airpun, kering kerontang. Sebuah Plakat batu memberitahukan kalau museum yang terletak di dusun Karang Lo Wetan desa Gebangharjo kecamatan Pracimantoro kabupaten Wonogiri, diresmikan oleh presiden ke 6 Republik Indonesia, bapak Susilo Bambang Yudhoyono. 

Menelusuri sudut-sudutnya mendapatkan fakta, bangunan ini kalah oleh ganasnya cuaca. Beberapa tegel geripil bahkan ketika terinjak ada yang berbunyi seperti mau lepas, catnya memudar dibeberapa sudut. Itu ternyata dialami juga oleh bangunan lain yang menjadi daya dukung museum. Persis diseberang museum ada bukit yang dijadikan penginapan. Beberapa bangunannya terlihat tidak terawat. Sampah berserakan dibuang seenaknya. Toiletnya bikin kalian geleng-geleng kepala. 

Kertas, plastik, tisu bahkan beberapa botol bekas minuman keras tergeletak teronggok. Ketika kaki menginjak kedalam dan mencoba putar keran, tidak ada gemericik air. Mati. Lubang toilet berwarna coklat, pertanda bekas air kencing yang mungkin sudah berhari-hari atau berbulan-bulan mengambang tanpa gangguan. Saya pastikan, kalian akan cepat-cepat pergi meninggalkan toilet ini. Awalnya mungkin, penginapan ini diharapkan menjadi tempat yang asik ketika bermalam. Tapi harapan tinggallah harapan. Faktanya, begitulah.

"Mungkin karena lupa saja untuk membersihkan, om"

"Lupa? Sebuah alasan untuk bela diri?"

dokpri

Disekitaran museum ada beberapa goa yang bisa kalian kunjungi. Pertama yang saya datangi adalah gua Tembus, gua mendatar sepanjang sekitar 75 meter ini menembus pematang bukit batu gamping. Fenomena karst bawah-permukaan gua tembus berkembang pada batu gamping berlapis Formasi Wonosari yg berumur 15-5 juta tahun (Miosen tengah-Pliosen) proses karstifikasi yang membentuk gua terjadi setelah batu gamping terangkat dari dasar laut, yaitu sekitar 1,8 juta tahun yg lalu. Goa ini persis disamping pos loket.

dokpri

Selanjutnya saya ke Gua Potro-Bunder. Menuju lokasi ini dibutuhkan sepeda motor. Karena jalannya tidak begitu lebar buat mobil, serta kondisi jalan belum begitu baik. Ada petunjuk yang akan memandu kalian. Ini adalah dua gua yang merekam sejarah penggalian kalsit dimasa lalu terhubung menjadi satu, membentuk gua Potro Bunder. Gua dipercaya memiliki nilai spiritual yg tinggi sehingga sering digunakan untuk bertapa.

Sampai disana terlihat sebuah sepeda motor sudah terparkir. Segera saja saya memasuki mulut goa. Tapi harus saya urungkan. Karena ada dua remaja sedang berciuman di mulut goa. Waduh, ini sudah tidak bener. Destinasi ini  terkontaminasi oleh beberapa oknum remaja yang bertindak diluar batas. Wisatawan jadi terganggu, jengah oleh kelakuan mereka.

Saya gagal masuk ke goa, hanya ambil gambar disekitarannya. Sampah masih tetap betebaran. Sangat disayangkan kelakuan oknum pengunjung. Kalau tidak bungkus rokok, botol air kemasan, bahkan kemasan alat kontrasepsi merek 'Sutera' menjadi bagian penyumbangnya. Ampuun...begitu miris.

dokpri

dokpri

Saya tidak bisa berlama-lama di tempat "horor". Melanjutkan pencarian ke beberapa goa. Hawa panas dengan angin kering menyelubungi penjelajahan. Pepohonan jati merangas. Daunnya berjatuhan menimbulkan bunyi 'krosak' ketika diinjak. Diatas, matahari menjadi raja segala raja. Sengatannya membuat manusia mencoba melindungi diri. Motor melewati jalan dengan gundukan sampah sebelum akhirnya sampai disebuah reservoir. Ya, Embung Gebangharjo. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline