Salus Populi Suprema Lex Esto menjadi adagium latin yang makin terkenal sejak isu Covid-19 merebak di Indonesia. adagium ini menjadi sangat familiar di lingkup masyarakat karena di banyak di pajang di beberapa pos-pos penyekatan sejak awal dilakukan pembatasan sosial skala besar (PSSB) sejak April 2020 lalu.
Salus Populi Suprema Lex Esto sendiri mempunyai arti "Keselamatan rakyat Merupakan Hukum Tertinggi". Adagium ini lahir dari seorang filsuf Romawi kuno, Cicero, yang pada saat itu berandai-andai jika negara berada di bawah ancaman situasi dan keadaan darurat maka keselamatan rakyat harus menjadi tujuan yang paling utama, termasuk jika harus mengesampingkan aturan hukum
Secara umum, penjelasan adagium itu mencoba menyatakan dengan tegas bahwa dalam keadaan yang dikategorikan darurat, negara dapat menghalalkan segala cara untuk mendukung upaya yang mengedepankan keselamatan rakyatnya. Tapi, sebenarnya, bagaimanakah cara mengukur peran negara dalam mewujudkan ide Cicero tersebut? Atau istilah yang di pinjam dari Cicero itu hanya buat pajangan agar terlihat keseriusan negara dalam mengatasi situasi darurat layaknya pandemi saat ini?
Tipikor di tengah keadaan darurat
Salah satu bukti pengejawantahan ruh dari semangat Salus Populi Suprema Lex Esto oleh negara terdapat dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentnag Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa kejahatan korupsi yang dilakukan pada saat becana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana dengan hukuman mati.
Berangkat dari pasal tersebut berarti dapat dikatakan bahwa negara berusaha menunjukan perannya untuk mendukung di implementasikannya gaya berpikir Cicero dalam cakupan nasional. Tetapi, lagi-lagi pertanyaan yang muncul, apakah eksekusinya semudah membuat pasalnya?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita dapat merujuk ke kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang terjadi di era darurat (pandemi) yang dilakukan mantan pembantu Presiden, Juliari Peter Batubara yang secara sahih menerima suap sebesar Rp. 32,4 milliar dari para pengusaha atau vendor yang menggarap proyek pengadaan Bansos (bantuan sosial) untuk penangan covid-19 di Jabodetabek tahun 2020 silam. Tahun pertama dimana pandemi virus mulai merebak secara nasional dan memakan korban yang cukup banyak.
Tidak sampai disitu, beberapa fakta di balik persidangan membeberkan bahwa Menteri sosial ini juga sangat menarik untuk diperhatikan, sebagaiman di kutip dari kompas.com bahwa dakwaan jaksa, si Juliari mengambil fee Rp.10 Ribu pada setiap paket bansos dan menggunakannya untuk beragam kepentingan seperti menyewa jet pribadi sampai pembayaran EO (event organizer) untuk honor aktris Cita -- Citata dalam acara makan malam dan silaturahmi Kemensos RI di Ayana Komodo Resort Labuan Bajo tanggal 27 November 2020.
Beberapa bukti yang dihadirkan di persidangan tersebut menegaskan bahwa Juliari terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi pada saat keadaan darurat berlangsung (pandemi) dan juga tanpa ragu mengambil keuntungan dari program yang ditujukan untuk mengatasi kedaaan darurat tersebut. Walaupun sebagaimana kita semua tahu, pada akhirnya Juliari hanya di vonis dengan hukuman penjara dan denda tanpa sama sekali ada tuntutan hukuman mati sebagaimana yang di atur UU tipikor.