Lihat ke Halaman Asli

Rio Rio

Hehehe

Gagalnya Strategi Keamanan Desa dalam Mencegah Konflik

Diperbarui: 13 Oktober 2019   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar:https://nasional.tempo.co/

Konflik horizontal di Wamena baru-baru ini menjadi masalah yang harus dilihat sebagai kegagalan negara dalam membangun strategi keamanan nasional yang matang. Belum habis kasus pertengkaraan saudara di ujung timur, negara ini juga terkesan gagal untuk melakukan tindakan preventif kepada para penjabat penting negara seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang hampir direnggutnya nyawanya atas aksi orang yang tidak bertanggung jawab saat melakukan kunjungan di lapangan. Dari dua kasus keamanan ini, apakah bisa dikatakan bahwa strategi preventif yang dilakukan negara melalui institusi yang bertanggung jawab, sama sekali belum berjalan dengan cukup baik dan efesien.

Amanat Hukum dalam keamanan nasional

Merujuk pada pasal 30, undang-undang 1945 amandemen ke IV (empat) yang berbunyi; ) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.)

Dari pasal 30 di atas dapat diketahui bahwa setiap "upaya" atau usaha untuk menjaga keamanan dibebankan kepada TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama (yang dapat bertindak secara langsung) dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Artinya Undang-Undang juga mengakui bahwa rakyat menjadi bagian  penting yang wajib dilibatkan untuk membangun konsep keamanan negara yang berkelanjutan atau sustainable. Sehingga sudah seharusnya Polri dan TNI memaksimalkan peranan insitutsinya didalam ruang lingkup paling rendah dalam strukturisasi pemerintahan daerah.

Menjawab hal tersebut,  institusi Polri memang sudah melahirkan satuan khusus yang bertanggung jawab pada lingkup desa seperti Bhabinkamtibmas/ Binmas (Bhayangkara Pembina keamanan dan Ketertiban masyarakat) yang diatur melalui Pertaturan  kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat. Tugas utama seorang Binmas sendiri merujuk pada pasal 27 pada perkap Nomor 3/2015 yaitu  melakukan pembinaan masyarakat , deteksi dini dan mediasi/negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa / kelurahan.

Sedangkan dalam jalur komando TNI dikenal sebagai Babinsa (Bintara Pembina Desa) yang dibentuk dari peraturan kepala staf TNI AD nomor 19/IV/2008 tanggal 8 April 2008, yang menegaskan bahwa Babinsa berkewajiban mengumpulkan dan memelihara data pada aspek geografis, demografi, hingga sosial dan potensi nasional di wilayah kerjanya

Efefktivitas Binmas dan Babinsa

Babinsa dan Binmas menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan ketika membangun strategi keamanan nasinonal. Pentingnya peranan Binmas dan Babinsa juga menarik perhatian Panglima tertinggi TNI yang juga merangkap sebagai kepala negara. Merujuk pada PresidenRI.go.id saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan dengan jajaran TNI dan POLRI se-solo tanggal 30 Januari 2017 dikatakan bahwa, Presiden Memandang penting tugas Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam hal memelihara keamanan, ketertiban, deteksi, dan pencegahan dini.

Pertemuan dan pernyataan presiden saat pertemua tersebut menjadi salah satu momentum besar yang kembali menegaskan bahwa peranan bintara desa dari dua institusi alat negara menjadi sangat penting untuk menciptakan pencegahan dini terhadap isu-isu komunitas. Namun, untuk menciptakan strategi tersebut tidaklah mudah karena para Bintara yang mempunyai pendapatan paling kecil di satuannya lebih sering mencari "uang tambahan" pada setiap kegiatan bisnis perusahaan yang dibuka di daerah atau desa tempat bintara tersebut bertugas. Hal ini menjadi manusiawi jika melihat tunjangan kinerja  babinsa yang hanya berkisar antara seratus ribu sampai dengan empat ratus ribu. Terlebih juga terdapat perbedaan pendapatan yang jauh antara Binmas dan Babinsa padahal tugas dan tanggung jawabnya memiliki kesamaan.

Isu pendapatan ini pun telah menarik  langkah presiden yang akhirnya memutuskan untuk menaikan tunjangan operasional Babinsa naik 771% pada bulan Juni 2018, sebagaimana dikutip dalam kompas.com. Namun tantangan kedepan adalah bagaimana merubah budaya dan gaya berpikir para bintara untuk terus berkolaborasi dengan masiyarakat desa dan menyampaikan informasi atas potensi-potensi resiko yang akan mengaggu kemanan nasional.

Jangan menunggu api besar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline