Lihat ke Halaman Asli

Rio Rio

Hehehe

Silent Majority: "Diam Bukan Berarti Setuju"

Diperbarui: 12 Mei 2017   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh : http://www.primoangeli.com

Media nasional santer memberitakan kebangkitan Silent Majority, setelah banyaknya respon masyarakat  di kota-kota besar di Indonesia menolak vonis hakim terhadap Basuki Tjahaja Purnama. Penolakan ini menjadi isu nasional yang sangat jarang mucul, terlebih ditujukan kepada seseorang yang berkarir dalam jalur politik. Lantas siapakah sebenarnya Silent Majority yang dimaksud tersebut?

Silent Majority dalam kamus Cambridge diartikan sebagai satu kata yang memiliki pengertian: “a large number of people who have not expressed an opinion about something”  atau dalam Bahasa indonesia dapat diartikan sebagai kelompok besar yang terdiri dari orang-orang yang belum mengungkapkan pendapatnya tetang suatu hal.

Melalui penelusuran di Wikipedia Silent Majority merupakan terminologi yang digunakan pertama kali oleh President Amerika Serikat Richard Nixon pada tahun 1969. Saat itu Nixon berpidato ditengah warga negara Amerika yang menolak Perang Vietnam dan berkata:  "And so tonight—to you, the great silent majority of my fellow Americans—I ask for your support." Istilah Silent Majority tersebut, ditujukan Nixon kepada setiap warga negara yang tidak ikut dalam kampanye (anti perang Vietnam) saat itu maupun pada kelompok yang tidak bergabung pada kampanye tandingan (counterculture) lainnya, sehingga Ia merasa yakin bahwa kelompok-kelompok tersebut juga mendukung deklarasi anti perang yang digagas saat itu.

Berdasarkan pengertian tersebut maka, Silent Majority di Indonesia dapat dikategorikan sebagai komunitas atau kelompok yang tidak berafiliasi dengan kelompok lain yang memiliki perbedaan ideologi dan tujuan.

Mengukur Jumlah Silent Majority

Berdasarkanlogika berpikir Nixon, Jumlah Silent Majority sangat bergantung pada pilihan yang ditawarkan kepada suatu kelompok atau pun didasari dari isu keadilan yang dianggap sentral dalam kehidupan sosial. Dalam konteks pilihan, jumlah Silent Majority dapat dilihat dari pemilihan Gubernur Kalimantan Timur periode 2013-2018 yang dikutip dari antarakaltim.com yang menyatakan bahwa pada tahun 2013 total daftar pemilih tetap (DPT) tercatat sebanyak 2.795.821 (55,81%), sedangkan 1.235.562 (44,19%) tidak menggunakan hak pilihnya alias Golput. Jumlah Golput sebesar 44,19% inilah yang dikategorikan sebagai Silent Majority yang terbentuk dari tawaran yang diberikan kepada kelompok sosial tertentu.

Sedangkan dalam konteks isu sentral seperti keadilan, Silent Majority akan tumbuh dan berkembang secara luas pada setiap lapisan masyarakat, sama seperti apa yang dilakukan Nixon saat menentang perang Vietnam yang banyak menimbulkan ketidakadilan bagi warga negara Amerika Serikat saat itu. Di Indonesia sendiri, saat ini juga sedang terjadi pergerakan dari Silent Majority yang didasari atas isu ketidakadilan hukum pada Gubernur Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama.

Gerakan seribu lilin diiringi dengan nyanyian lagu-lagu nasional yang dilakukan di Yogya, Papua, Bali,  Menado, NTT dan beberapa kota besar lainnya, menjadi contoh konkret pergerakan kelompok Silent Majority yang selama ini terkesan memilih untuk netral dan diam pada isu-isu ketidakadilan yang terjadi di Indonesia.

Dampak dari Silent Majority

Kekuatan gerakan Silent Majority akan memberikan pelajaran yang berharga pada Negara, agar lebih memperhatikan bulir-bulir keadilan ketika merancang sebuah regulasi dan pada saat menerapkan nya. Selain itu, pergerakan Silent Majority yang memiliki jumlah besar, akan mempengaruhi cara pandang dunia internasional pada Indonesia, salah satunya dalam penerapan hukum yang merujuk pada pasal karet. Hal ini pasti akan membuat resah para investor asing yang berniat menanamkan modalnya di Indonesia, karena melahirkan stigma tentang resiko ketidakpastian hukum di Indonesia jika suatu saat mereka tersangkut dalam sebuah sengketa.

“Diam Berarti Setuju” nampaknya tidak dapat lagi dijadikan Jargon dalam kehidupan yang menjunjung tinggi kebinekaan. Orang yang memilih diam atau bersifat netral, tidak berarti selalu memberikan persetujuan atas pilihan yang di tawarkan, tetapi bisa saja sedang mempertimbangkan alternatif pilihan lain yang dianggap lebih menguntungkan sesama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline