Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Pengalaman "Live In" di Panti Jompo

Diperbarui: 5 November 2021   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Kakek-Nenek yang tinggal di Panti Jompo. (sumber: pixabay.com/David Peixoto)

Mahasiswa sekarang mengenalnya dengan KKN-Kuliah Kerja Nyata. Tapi kami, di sebuah lembaga pendidikan khusus, lebih menyebutnya live in. Kata ini merujuk pada suatu kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa untuk mengisi libur semesternya dengan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, kerennya kala itu, lebih option for the poor. 

Kami dibagi dalam kelompok, berdua-dua untuk berada, bekerja, dan tinggal bersama dengan kelompok masyarakat yang terpinggirkan secara sosial. 

Misalnya, tinggal dan hidup bersama kelompok pengamen di daerah Manggarai (Jakarta), hidup di daerah yang kumuh, dan tinggal bersama anak-anak panti asuhan.

Saya berkesempatan live in di sebuah panti jompo di Rempoa, bilangan Ciputat. Penghuninya laki-laki dan perempuan. Kamar tidur masing-masing. Saya tinggal selama sebulan bersama mereka, termasuk para pengasuh. Saya beraktivitas bersama mereka, mulai dari pagi hingga malam.

Aturan panti jompo, hampir mirip aturan hidup di sebuah asrama pada umumnya. Bangun pagi pukul 05.30. Dilanjutkan dengan ibadat atau kegiatan rohani lainnya sebelum sarapan pagi. 

Aktivitas seperti membersihkan kamar sendiri dilakukan setelah sarapan pagi. Bagi yang bisa beraktivitas atau kerja tangan diperkenankan untuk menyiram bunga dan menyapu halaman/koridor.

Di hari-hari tertentu ada jadwal kelas mini, biasanya materi tentang spiritualitas hidup, kesehatan dan psikogeriatri. Kisah-kisah kehidupan masa lalu, dengan keluarga dibagikan. 

Di kelas ini pun saat yang pas untuk mereka mengungkapkan perasaan sebagai penghuni panti. Ada depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan tidur dikisahkan secara jujur. Airmata acapkali terselip di antara kisah-kisah itu.

Saya sungguh memahami perasaan mereka. Tugas saya adalah mendengarkan. Sesekali menguatkan mereka. Jangan sesekali mendominasi pembicaraan atau memprotes, mereka tak segan bentak dan marah. Makhlum saja, psikologis kaum lansia.

Setiap sore hari setelah tidur siang, saya menemani aktivitas mereka. Beberapa orang Ada yang duduk santai di kursi depan kamar. Beberapa sambil membaca koran/buku. Ada juga yang suka menggosip.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline