Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Menyoal Berat Badan Menurut Plato

Diperbarui: 9 September 2021   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Pixabay.com

Kita sudah pasti menghafal pepatah ini, "mensana in corpore sano"- di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Pepatah ini membius banyak kalangan, bahwa tubuh/badan dengan segala keseluruhannya mesti sehat, agar jiwa kita kuat. Jiwa yang kuat dapat melahirkan pemikiran yang jernih. Pikiran jernih menghasilkan tindakan-tindakan yang positif. Tindakan positif berbuah manis dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa yang harmonis.

Makanya, para pakar kesehatan menyarankan kita; meluangkan waktu untuk beristrahat secukupnya, memiliki tempat tinggal yang sehat, makan makanan yang bergizi, berolahraga secara teratur, dan menata pola pikir yang jernih. Ini idealnya.

Meski demikian ada problem, kesenjangan antara yang idealkan/harapan dengan kenyataan. Sangat sulit disuruh meluangkan waktu untuk beristrahat secukupnya di tengah himpitan ekonomi. Seorang penjual di warung makan, misalnya, pagi buta harus masak makanan, menyiapkan menu, melayani pelanggan, kadang hingga malam pukul 23 harus membereskan perkakas.

Apalagi, semua anak bangsa belum menikmati rumah layak huni. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menyebut masih ada sekitar 14 juta keluarga yang tidak memiliki rumah layak huni. Data tersebut dihimpun berdasarkan laporan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Liputan6, 28/12/2020).

Hal lainnya soal makan makanan yang bergizi, kita belum penuhi standar empat sehat lima sempurna, sejak digaungkan pada zaman orde baru hingga kini. Di NTT, persoalan gizi buruk bak mengurai benang kusut. Pemda menawarkan solusi mengonsumsi marungga, tanpa menyediakan sanitasi dan air bersih yang memadai.

Hemat saya, pepatah "mensana in corpore sano" tidak sungguh bertuah. Filsuf Plato membedakan tubuh/badan dengan jiwa. Sebab, realitas itu ada dua: jasmaniah (indrawi) dan realitas idea.

Plato tidak melihat manusia sebagai satu-kesatuan dari jiwa dan badan. Badan dibedakan dengan jiwa. Menurut Plato, jiwa-yang rohaniahlah yang mengatur badan-yang badaniah/jasmaniah. Badan tidak dapat mengatur dirinya sendiri. Bagi Plato, jiwa itu substansial. Jiwa bukanlah sebuah harmoni, keserasian dengan badan.

Makanya, kita jangan cepat-cepat menuduh, bahwa seseorang dengan berat badan tidak ideal itu tidak sehat. Sebab ideal atau tidak berat badan adalah alibi kapitalisme.

Saya cenderung beranggapan, seorang yang berat badan terus naik itu karena pikiran sehat. Dia tidak terbawa stres. Dia merasa "happy-happy" dengan hidupnya. Dia selalu berpikir positif apa pun masalahnya. Pikiran inilah yang mesti dirawat dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat, dan berbangsa ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline