Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Terkait Pembangunan Waduk Lambo di NTT, Jokowi Perlu Dengar Jeritan Warga Terdampak

Diperbarui: 3 September 2021   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga Lambo menolak pembangunan waduk di Lowo Se, Desa Rendubutowe, Kec. Aesesa, Nagekeo, NTT

Ambisi Pemerintah di era Joko Widodo untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan air baku bagi warga dan irigasi persawahan di Kabupaten Nagekeo patut diacungi jempol. Kabar teranyar, Pembangunan Waduk Lambo akan dimulai tahun ini. Alokasi dana sebesar Rp 700 miliar telah disiapkan. Dana ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021-2025.

Terdapat enam lingkup pekerjaan yang akan dilakukan oleh PT Waskita, meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan pembuatan atau relokasi atau rehabilitasi jalan, bendungan utama, pekerjaan bangunan fasilitas dan penunjang, serta penyelenggaraan sistem manajemen kesehatan.

Sebagaimana diketahui, Proyek Strategis Nasional (PSN) ini akan terjadi di Lowo Se, Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagakeo, NTT. Proyek ini resmi disepakati dan ditandatangani proses pengerjaannya oleh Bupati Nagekeo dr. Johanes Don Bosca Do bersama tim sosialisasi dan tim apraisal di Mbay pada Rabu (1/9/2021).

Persoalan di lapangan justru jauh panggang dari api. Tiga komunitas masyarakat adat yang mendiami lokasi tersebut menolak keras proyek ambisius itu. Tiga komunitas adat itu berasal dari Malapoma (Desa Rendubutowe),  Malala (Desa Labolewa), dan Kadhaebo (Desa Ulupulu). Mereka menyayangkan, seolah-olah persoalan selama ini sejak 1999 telah dibereskan oleh pemerintah.

Berbagai cara telah dilakukan agar keutuhan tanah warisan leluhur tidak dirampas. Warga menilai pembangunan ini akan mengancam kehidupan masyarakat adat. Sebelumnya, warga sudah menolak terkait lokasi di Lowo Se (Desa Rendubutowe)  dan memberikan solusi lokasi di Malawaka (masih wilayah Desa Rendubutowe). Namun, solusi ini tidak digubris oleh pemerintah.

Sosialisasi kontrak pengerjaan Waduk Lambo di Aula VIP Kantor Bupati. Sumber: Tangkapan Layar indonesiasatu.co.id

Seddo Lara, tokoh mudah Labolewa mengatakan, lokasi bendungan sudah ditolak oleh semua orang Lambo sejak masih bergabung dengan Kabupaten Ngada (Nagekeo baru diresmikan pada 2007). Ada ketakutan sebagai generasi muda, katanya, konflik horizontal akan terjadi bila pembangunan Waduk Lambo dipaksakan.

Lanjut Seddo, tanah "kapi sa, rate reba" (kubur leluhur) dan "watu nabe" (pusaka suku untuk ritual adat berburu) tak bisa digantikan dengan apapun, tak bisa dipindahkan ke manapun. Sebab sumpah adat sudah dilakukan.

Yustinus Weke Wea, juga tokoh mudah Nagekeo mengatakan, ada dampak ikutan ketika pembangunan ini dipaksakan. Katanya, tanah ratusan hektar akan ditenggelamkan, tiga fasilitas pendidikan dan rumah ibadat turut digusur. Tiga fasilitas pendidikan itu meliputi SDN Malapoma, SDN Lambo, dan SDK Boamaso. Menurut Yustinus, masyarakat adat sudah menawarkan alternatif solusi yakni di Malawaka dan Lowopebhu sejak tahun 2001, namun tidak diindahkan pemerintah.

SDN Malapoma, salah satu fasilitas pendidikan di wilayah pembangunan waduk yang akan berdampak. Sumber: Tangkapan layar kemendikbud.go.id

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline