Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Musim Kemarau, Musim Membakar Padang di NTT

Diperbarui: 3 September 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebakaran padang savana di Nagekeo, NTT. Foto: Ignas Kunda/Instagram

Sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah padang savana. Ekosistem khas wilayah bercurah hujan rendah ini mayoritas di Pulau Timor dan Pulau Sumba (Sumba Timur). 

Di Pulau Flores padang savana terbentang luas di wilayah Kabupaten Nagekeo, sebelah Utara Ngada, dan wilayah Utara Ende.

Ekosistem padang savana didominasi oleh rumput, semak, alang-alang, dan pepohonan yang berjarak-jarak. Di padang savana wilayah Nagekeo, misalnya, masih ditemukan pohon palem dan akasia. 

Hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba memanfaatkan rerumputan padang savana yang hijau ketika musim hujan.

Di NTT, musim kemarau adalah saat yang tepat untuk membakar padang savana. Rumput-rumput dan semak yang menguning, memudahkan api dengan cepat membakarnya. 

Alang-alang mudah terbakar. Ditambah tiupan angin yang kencang, api semakin merambat. Hingga seluruh padang kering hangus dilalap api.

Kondisi padang setelah dibakar. Foto: Ignas Kunda/Instagram

Perilaku masyarakat membakar padang savana ini tidak dilarang. Semacam dibiarkan. Sebab para peternak beralasan, supaya ketika musim hujan tiba rumput-rumput dapat tumbuh segar dan hijau. 

Ternak sapi, kambing, dan domba dapat memperoleh kembali pasokan makanan. Beginilah seterusnya dan berulang setiap musim kemarau tiba.

Menurut Shawn, dalam Riwu Kaho (1994) menyatakan, melalui pembakaran dapat menyebabkan rangsangan untuk mencapai tingkat perkecambahan yang lebih tinggi pada tanaman themeda triandra. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline