Sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah padang savana. Ekosistem khas wilayah bercurah hujan rendah ini mayoritas di Pulau Timor dan Pulau Sumba (Sumba Timur).
Di Pulau Flores padang savana terbentang luas di wilayah Kabupaten Nagekeo, sebelah Utara Ngada, dan wilayah Utara Ende.
Ekosistem padang savana didominasi oleh rumput, semak, alang-alang, dan pepohonan yang berjarak-jarak. Di padang savana wilayah Nagekeo, misalnya, masih ditemukan pohon palem dan akasia.
Hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba memanfaatkan rerumputan padang savana yang hijau ketika musim hujan.
Di NTT, musim kemarau adalah saat yang tepat untuk membakar padang savana. Rumput-rumput dan semak yang menguning, memudahkan api dengan cepat membakarnya.
Alang-alang mudah terbakar. Ditambah tiupan angin yang kencang, api semakin merambat. Hingga seluruh padang kering hangus dilalap api.
Perilaku masyarakat membakar padang savana ini tidak dilarang. Semacam dibiarkan. Sebab para peternak beralasan, supaya ketika musim hujan tiba rumput-rumput dapat tumbuh segar dan hijau.
Ternak sapi, kambing, dan domba dapat memperoleh kembali pasokan makanan. Beginilah seterusnya dan berulang setiap musim kemarau tiba.
Menurut Shawn, dalam Riwu Kaho (1994) menyatakan, melalui pembakaran dapat menyebabkan rangsangan untuk mencapai tingkat perkecambahan yang lebih tinggi pada tanaman themeda triandra.