Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Blusukan Bu Risma dan Kepanikan Kita

Diperbarui: 15 Januari 2021   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Risma sedang blusukan di kolong jembatan. Foto: Pikiran Rakyat Bekasi

Blusukan adalah terminologi Jawa. Berarti keluar-masuk ke tempat-tempat yang kecil. Blusukan adalah pendekatan secara langsung ke masyarakat, berkunjung secara tatap muka. Blusukan memastikan sumbatan informasi yang dikeluhkan publik terhadap kebijakan pemerintah.

Fenomena blusukan tren sejak Jokowi memimpin DKI Jakarta. Blusukan ala Jokowi memberikan dua makna; partisipasi publik dan memastikan titik distorsi organisasi birokrasi.

Bu Risma, yang baru terpilih sebagai Menteri Sosial, langsung 'tancap gas' blusukan. Tidak berbeda jauh dengan blusukan ala Jokowi, Bu Risma mengunjungi dan bertemu sepasang suami-istri di kawasan aliran Kali Ciliwung. Persis di belakang kantornya-Kantor Kementerian Sosial RI, Jakarta.

Bukan saja makna partisipasi publik dan memastikan distorsi kebijakan birokrasi. Blusukan Bu Risma pula membawa pesan, tidak ada orang miskin di sekitar kantor yang berlogo teratai-simbol kesetiakawanan yang suci, ini.

Meski demikian, di tengah pandemi Covid-19 yang belum meredah ini, jabtan Menteri Sosial adalah tanggung jawab besar. Sebab, ekonomi belum pulih sempurna. Angka kemiskinan meningkat. Banyak orang kehilangan pekerjaan. Bukan sedikit orang, bertahan dengan makan seadanya.

Pemulihan ekonomi masih butuh waktu. Secara tahunan masih tercatat positif 2,97 persen pada kuarta lI-2020. Meskipun mengalami kontraksi 5,32 persen pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik. Pada kuartal III-2020 tumbuh 5,05 persen (q-to-q).

Walau tercatat ada tanda-tanda pertumbuhan dan diproyeksi terus membaik, momentum Natal dan Tahun Baru kemarin justru tak mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga di kuartal IV-2020. Tercatat, konsumsi rumah tangga lebih rendah dari kuartal III-2020.

Survei BI (Januari 2021) terhadap penjualan eceran menunjukkan, rata-rata indeks penjualan riil (IPR) kuartal IV 183,77. Indeks ini melemah 5,68 persen dari kuartal III-2020 sebesar 194,83. Survei ini menyasar kelompok peralatan informasi dan komunikasi, serta makanan, minuman dan tembakau.

Artinya, momentum libur Hari Raya Natal dan Tahun Baru, yang diharapkan masyarakat membelanjakan uang untuk konsumsi dan liburan ternyata tidak berhasil. Di akhir tahun lama 2020, orang tidak mau berfoya-foya. Orang tidak mau beli HP baru. Masyarakat cenderung merayakan seadanya. Dan sebagian terpaksa berhenti merokok.

Belum lagi, pasca pengesahan UU Cipta Kerja, yang diharapkan semakin menarik minat investasi masuk ke Tanah Air, justru kita menghadapi tantangan baru. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK yang cukup besar.

Enny Sri Hartati, dalam KOMPAS 17/11/2020, menampilkan data Kementerian Ketenagakerjaan, tenaga kerja sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK sekitar 3,1 juta orang. Penyebabnya, sektor industri pengolahan yang menjadi tumpuan justru penyerapan tenaga kerjanya minus 1,3 persen. Hampir semua sektor mengurangi pekerja, kecuali sektor pertanian yang masih tumbuh 2,23 persen dan perdagangan 0,46 persen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline