Sudah hampir seminggu, sama seperti malam-malam yang lalu, sang istri, mantan pacar terbaik itu sangat fokus nonton drama Korea yang sedang hits, The World of the Married.
Malam ini saya menemaninya, sambil membaca secara 'sambil-lalu' novel Kala, buah kolaborasi apik Stefani Bella dan Syahid Muhammad. Tentang novel ini, sudah lama dibeli, namun alasan belum sempat, jadi belum lunas bacanya.
Tetiba, entah tiba pada adegan yang mana, dia tersedu, airmata mengalir kecil di parit wajahnya. Saya sigap, layaknya teman hidup yang setia, dalam susah dan senang, dan dalam tangis dan tawa.
Saya paham, airmata itu bukan hanya tentang peduli, airmata itu tentang jiwa yang sempat terluka. Saya sodorkan tisu, pelan namun pasti, menyapu lirih yang terlanjur rintik di pipi itu, sambil berujar, "kita adalah sepasang luka yang (belajar) 'tuk saling melupa, kita adalah sepasang salah yang tidak pernah pasrah"
Saya mengerti, hidup adalah tentang kehilangan-kehilangan yang tak akan pernah usai. Dan malam ini, dalam pekatnya gelap, bersama dr. Ji Sun-Woo kita berteriak, "mengapa bertemu jika harus berujung pisah, mengapa menjadi dekat bila akhirnya tercipta jarak.
Semoga ini hanya kisah dalam drama Korea dan novel Kala yang dibaca. Luka mesti berteman dengan suka. Sebab, semesta telah berlelah-lelah membuat rotasi agar kita saling bersinggungan, lalu bertemu dan saling mencinta.
Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H