Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Membangun Ekonomi Sosial dalam Koperasi Kredit

Diperbarui: 16 Agustus 2016   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan pendidikan bagi anggota Koperasi Kredit. Foto: Arsip Kopdit Bahtera Ende, Flores, NTT

Masyarakat dunia mengenal dua sistem ekonomi, sistem ekonomi sosialis dan kapitalis. Sosialis berasal dari kata ‘socius’, bah Latin yang berarti teman, kawan dan sahabat. Sistem perekonomian sosialis merupakan sebuah bentuk perekonomian yang menghendaki kemakmuran masyarakat secara merata dan tidak ada penindasan ekonomi. Ciri sistem ekonomi sosialis yakni seluruh kegiatan ekonomi harus diusahakan bersama dan tidak ada kesenjangan ekonomi. Sistem ekonomi sosialis dikenal dengan sistem komunitarianis. Terdapat di negara Rusia, Korea Selatan, Korea Utara, Jepang dan Cina. Corporate Social Performance (CSP) merupakan timbal-balik kepada masyarakat.

Sementara, kapitalis berasal dari kata ‘capital’ yang berarti modal. Sistem perekonomian kapitalis merupakan bentuk sistem perekonomian yang menginginkan kemakmuran individu (individual wealth) dan kesejateraan kaum pemilik modal. Ciri sistem ekonomi ini meletakkan kekuasaan pada kaum pemilik modal. Terdapat jurang kesenjangan ekonomi yang dalam antara pemilik modal dan pekerja. Sistem kapitalis memperanak-pinang liberalisme berlanjut neoliberalisme. Sebagai bentuk sumbangsihnya bagi masyarakat dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Indonesia memiliki sistem perekonomian yang khas. Saat kampanye pemilihan presiden, misalnya, sangat menggembar-gemborkan ekonomi berbasis kerakyatan, sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Bagian dari anak kandung sistem ekonomi sosialis, yang berbasis kerakyatan. Dikenal dengan sistem ekonomi pancasila. Meski dalam pelaksanaannya, cenderung ‘mengangkang’ di dua sistem ekonomi: sosialis dan kapitalis. Sistem perekonomian Indonesia menjadi sangat abu-abu (grey area of economic policies).

Sesungguhnya, jauh sebelum dua sistem ekonomi di atas, di Indonesia ekonomi sosial telah muncul dan dipraktekkan oleh nenek moyang kita. Kultur gotong royong, kerja sama, solidaritas dan kemandirian dihidupkan secara nyata. Ini prinsip dan nilai sosial masyarakat kita. Ekonomi sosial merupakan ekonomi berbasis kerakyatan, menghidupkan prinsip dan nilai sosial hidup bersama itu.

Mungkin Rhenald Kasali memaksudkan ekonomi sosialnya dengan ‘sharing economy’. Ekonomi sosial memiliki semangat; sebagai gerakan bersama, usaha bersama dan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan yang adil.

Ekonomi Sosial dan Koperasi Kredit

Semangat ekonomi sosial terangkum dalam jati diri, prinsip dan nilai-nilai Credit Union (CU) atau Koperasi Kredit (Kopdit). Ada empat pilar utama yang menjadi prinsip berkopdit; pendidikan, solidaritas, swadaya dan inovasi. Nilai-nilai dalam Kopdit adalah integritas, kejujuran, bertanggung jawab, tolong-menolong dan menghargai sesama. Tidak lain, nilai-nilai luhur di atas merupakan warisan budaya yang sangat mahal demi mendorong dan memperkuat ekonomi kita.

Nampaknya, prinsip dan nilai-nilai ekonomi sosial semakin menjadi kabur (blur), hingga kita acuh mengakui sebagai kekuatan ekonomi kita. Minimnya SDM dan akses pengetahuan adalah masalah utama. Makanya, perlu mengembangkan ‘sharing knowledge’ di antara sesama. Selain kembali ke spirit awal, menghidupkan kembali nilai gotong royong, solidaritas dan kemandirian.

Kopdit sangat memegang kuat nilai yang terkandung dalam ekonomi sosial. Kopdit dimulai dari pendidikan, berkembang melalui pendidikan, dikontrol oleh pendidikan dan bergantung pada pendidikan. Hanya dengan pendidikan yang mampu membebaskan manusia dari ketertindasan (Paulo Freire). Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru (F.W Raiffeisen). Pendidikan anggota bertujuan mengubah pola pikir yang keliru. Melalui pendidikan anggota Kopdit dapat menginovasi usaha secara kreatif.

Sementara spirit awal seperti solidaritas dan swadaya dihidupkan dalam usaha pelayanan simpan pinjam bersama. Prinsip “aku susah kau bantu dan kau susah aku bantu” sebagai wujud solidaritas, gotong royong dan kerja sama yang sejatinya. Kekuatan modal usaha simpan pinjam hanya berasal dari anggota sendiri dan pendapatan dibagi secara adil dalam bentuk deviden, sebagai prinsip swadaya yang murni.

Akhirnya, ekonomi sosial terwujud dalam membangun kekuatan ekonomi bersama berdasarkan nilai luhur dan kearifan lokal. Kopdit/CU telah mengemban ekonomi berbasis kerakyatan itu. Mari membangun kekuatan ekonomi sosial kita dalam berkopdit/CU.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline