Pembangunan pariwisata, sebagai salah satu dari delapan arahan Presiden RI awal 2016, menempatkan sektor pariwisata sebagai prioritas utama. Presiden menekankan pentingnya pembangunan pariwisata yang terintegrasi dan saling bersinergis. Sinergisitas pembangunan pariwisata mencakup partisipasi aktif semua intitusi/komponen pendukung yang saling berkaitan.
Komponen-komponen yang saling berkaitan itu, antara lain: 1) Kementerian Pariwisata dan Badan Promosi Indonesia sebagai agen promosi wisata dan pengembangan destinasi wisata, 2) Kemendikbud, Kemendikti dan Kemenaker sebagai pioner pengembangan SDM pariwisata, 3) Kemenkumham sebagai pendukung layanan keimigrasian, bebas visa dan visa on arrival, 4) POLRI dan Pemda sebagai penjamin keamanan dan ketertiban, serta sikap masyarakat yang bersahabat.
Di Pulau Flores yang juga sebagai salah satu obyek daya pikat wisata nasional, komponen ke empat di atas belum dioptimalkan fungsinya secara serius. Masyarakat maupun pihak keamanan di beberapa kota masih menunjukkan perilaku-perilaku tidak peduli. Hal ini sangat mengganggu kenyamanan wisatawan.
Seperti yang terjadi dua hari lalu di Ende. Di sebuah hotel, seorang tamu bule terpaksa keluar dari kamarnya pukul 02.00 WITA subuh. Ia menuju pos satpam. Ia bermarah-marah. Sambil berulang-ulang mencercah, It’s no more, no more, no more. Meski teman saya (satpam) sudah menjelaskan sambil meminta maaf. Tetap bule tadi kesal bukan main. Kenyamanan tidurnya sangat terganggu.
Pasalnya bunyi musik sangat keras dari tetangga, rumah berdekatan dengan hotel. Sejak sore hingga malam larut berlanjut dini hari musik tak pernah berhenti. Dentuman basnya menggelegar hampir sekota terdengar. Musik ala diskotik. Mendentum kencang. Meski hajatan nikahnya masih sehari lagi. Ini kebiasaan buruk kami orang Flores umumnya kalau musim pesta nikah seperti sekarang ini.
Tanpa peduli tempat hajatan itu berdekatan dengan hotel atau penginapan. Tetangga sudah pasti tidak bisa tidur. Yang penting kami bergembira dan bersenang ria, tanpa peduli ada yang terganggu. Bukan hanya seorang bule yang subuh tadi kecewa berat. Beberapa tamu bersungut-sungut atas ketidaknyamanan itu sebelum cek-out paginya.
Teman saya tidak bisa menjelaskan. Hanya minta maaf banyak atas ketidaknyamanan tersebut. Ia pasrah dicercah. Apa mau dikata, sebanyak berapapun dana yang digelontorkan dari Pusat demi pembangunan pariwisata di Pulau Flores, jika tidak menyentuh mental masyrakatnya yang tidak peduli, itu sama saja membuang garam di laut lepas. Dan seheboh apapun event untuk mempromosikan keindahan Pulau Flores jika tanpa membuat perilaku masyarakat yang ‘welcome’, itu sama seperti pepes kosong. Semuanya menjadi sia-sia.
Anehnya, pihak keamanan yang dinobatkan sebagai penjamin keamanan dan ketertiban acuh tak acuh dengan kebisingan ini. Pemda pun hanya sebagai penonton yang setia. Tidak ada perda yang mengatur soal ini. Kalau pun ada himbauan selalu bersifat panas-panas tai ayam.
Apa mau dikata, beberapa tamu hotel sudah sangat kecewa. Termasuk bule, sudah pasti dia akan mengabar-siarkan cerita buruk itu, soal perilaku tidak peduli kita, soal pihak keamanan yang cuek bebek dan soal Pemda yang masa bodoh.
Dengan demikian, jangan harap Nawa Cita Jokowi-JK bidang pariwisata berhasil sukses, jumlah kunjungan wisata akan berkurang sebab pembangunan pariwisata bukan soal promosi, publikasi dan sarana fisik melainkan melahirkan masyarakat yang peduli dan ‘respect each other’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H