Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Makna Cinta dalam Legenda Gunung Meja di Ende

Diperbarui: 19 Maret 2021   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ende merupakan sebuah kabupaten sekaligus ibukota kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Letaknya persis di Pulau Flores bagian tengah. Sebuah kabupaten dengan luas wilayah 2.046,60 km2 ini memiliki banyak obyek wisata alam yang menarik. 

Danau tiga warna Kelimutu terdapat di sana. Pemandangan pesisir pantai yang menakjub memiliki daya tarik tersendiri. Satu pesona yang tak bisa dilupakan adalah gunung Meja yang berdiri perkasa. Pemandangan saat mendarat di bandara H. Hasan Aroeboesman Ende dari sisi kiri sangat menakjubkan. 

Kita dapat melihat semenanjung Ende, dengan Gunung Meja yang menjadi ciri khas Kota Ende. Disebut Gunung Meja karena puncaknya yang rata seperti meja. Gunung ini memiliki legenda yang menyedihkan, cinta yang tidak bersambut. 

Legenda Gunung Meja

Alkisah, terdapat dua pemuda bernama Meja dan Wongge. Meja adalah pemuda rupawan dan baik hati, sedangkan Wongge berpenampilan buruk , baik fisik maupun watak. Kedua pemuda ini mencintai seorang pemudi bernama Iya, kembang desa di kota Ende. Pinangan Meja disambut dengan tangan terbuka oleh Iya, sedangkan pinangan Wongge ditolak. 

Wongge marah besar. Sakit hati karena cintanya ditolak, Wongge berencana untuk membunuh Meja. Pikirnya, Meja tidak boleh menikah dengan Iya. Maka di suatu malam ketika Meja sedang tidur lelap, Wongge mengendap dan memenggal kepalanya dengan parang. Pulau Koa yang berada di timur Ende adalah pulau karang yang tidak berpenghuni dan berbentuk mirip seperti kepala, yang diyakini sebagai potongan kepala dari Meja. Sedangkan Pulau Ende yang berada di barat Ende dan berbentuk seperti parang jika tampak dari atas, diyakini sebagai perwujudan dari parang yang dibuang oleh Wongge. 

Gunung Ia adalah gunung berapi yang masih aktif. Jika dia mengeluarkan asap atau mengeluarkan semburan, maka masyarakat Ende meyakini bahwa Ia sedang menangis sedih karena ditinggal mati oleh Meja.

Analisis Antropologis

Legenda tiga gunung, yakni gunung Meja, gunung Wongge dan gunung Iya di atas tidak terlepas dari budaya dan kearifan lokal yang telah menjadi denyut jantung masyarakat Ende. Kebersamaan dan gotong royong di antara sesama masyarakat sangat dijunjung tinggi. Hal ini sangat jelas terekspresikan dalam tarian Gawi. 

Tarian ini memaknai masyarakat Ende yang sangat plural. Semua bergandengan tangan, bahu – membahu dan gotong royong membangun “tana watu – nua ola” (kampung halaman) tercinta. Budaya gotong royong, kebersamaan, toleransi dan menghargai orang lain ini pula terimplikasi dalam hubungan personal antarlawan jenis. Masyarakat Ende memaknai kehidupan ini adalah bagian dari membantu dan menghargai sesama. Sikap menghormati sesama, termasuk lawan jenis tidak boleh dicerai-beraikan atas dasar perbedaan apapun. 

Namun tak dapat dipungkiri seperti dalam kehidupan masyarakat pada umumnya perselisihan selalu sering terjadi. Entah itu alas an cemburu, iri hati dan dendam. Kisah dalam legenda gunung Meja menampilkan sosok Meja, Wongge dan Iya. Meja adalah seorang baik hati dan tidak sombong. Wongge adalah seorang yang berwatak kurang baik. Sedangkan Iya adalah primadona cantik dan baik hati. Kecantikan fisik dan hatinya menjadi daya tarik maha dasyat bagi Meja dan Wongge. Tokoh Meja dalam legenda di atas mau menampilkan sosok orang yang baik hati, jujur, tidak sombong dan kerendahan hati masyarakat Ende. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline