Dalam upaya menarik simpati masyarakat dan membangun basis dukungan massa yang luas, cara-cara yang merusak digunakan. Seperti pernah diingatkan oleh Noam Chomsky. Delivery yang tak elok itu secara nyata dan intens dipakai oleh kedua kubu, dan dua-duanya kecipratan lumpurnya.
Jingoisme misalnya bisa diartikan sebagai kebijakan luar negeri yang agresif. Ini kerapkali digunakan salah satu kubu untuk membangkitkan sentimen nasionalisme sesaat. Rajin berkoar dan berposisi lantang tentang superioritas negara sendiri. Dikhawatirkan, ini bisa menggerogoti hubungan ekonomi dan politik kita dengan negara tetangga, yang mana saat ini cenderung damai.
Sementara di camp satunya, secara konstan pakai metode menebar rasa takut. Kubu lawan dilabelkan dengan kembalinya pemerintahan otoriter yang kental kandungan orde barunya. Tentang ancaman pelanggaran HAM yang bakal tambah brutal dan mandeknya proses demokratisasi.
Kekuatan media pun membatu ke masing masing kubu. Mereka secara dangkal sekaligus instan merubah diri jadi kanal efektif yang memuluskan cara-cara tak terpuji itu.
Tentang kubu mana yang kita anggap paling getol melakukannya, yang magnitude nya paling besar, tentu berpulang pada pilihan pribadi kita masing masing.
Sebuah pelajaran yang bisa dipetik: terlalu banyak skenario negatif yang bisa dimainkan, pemangsa yang bisa dilepas. Selama memang masyarakat madani belum matang dan kuat.
Well sudah H-3. Selamat mencoblos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H