Kehidupan Imam At- Tirmidzi
Nama lengkap Imam Tirmidzi yaitu Abu Isa Muhammad bin Isa bin Tsawrah bin Musa bin al-Dahhak al-Sulami al-Bughi at-Tirmidzi. Karena Imam Tirmidzi mengalami kebutaan di masa tuanya, Ahmad Muhammad Syakir menambahkan nama Beliau dengan sebutan al-Dharir. Dari nama Imam Tirmidzi al-Sulami dibangsakan dengan Bani Sulaym, dari Qabilah 'Aylan, sedangkan al-Bughi disebutkan atas dasar nama desa tempat Imam Tirmidzi wafat. Beliau wafat dan dimakamkan di Bugh.
Terdapat perbedaan pendapat tentang tahun kelahirannya Imam at-Tirmidzi, ada yang mengatakan tahun 209 H di kota Tirmidz dan ada yang mengatakan tahun 207 H, sedangkan Al-Shalah al-Safadi dalam Nuqth al-Himyan hanya mengatakan beberapa tahun setelah tahun 200 H. Masalahnya pada zaman dahulu Ulama besar atau Ulama terkenal itu diketahui waktu saat wafatnya atau dicatat waktu wafatnya, tetapi tidak diketahui waktu saat lahirnya, karena budaya mencatat tanggal lahir bagi orang yang belum memasyarakat, orang tuanya tidak tahu kalau nantinya anaknya menjadi orang besar, makanya tidaklah diketahui pasti tentang kapan lahirnya.
Tentang waktu wafatnya Imam Tirmidzi mungkin sudah terdapat yang mencatatnya, karena pada beberapa pendapat tentang waktu wafatnya Imam Tirmidzi sudah banyak yang sama tanggalnya, bulannya, dan tahunnya, walaupun masih terdapat juga ulama yang berbeda pendapat tentang menyebutkan waktu meninggalnya, tetapi pendapat itu kurang kuat, karena ulama-ulama besar seperti Al-Dzahabi, Ahmad Syakir, dan Dr. Naruddin Itir yang pendapatnya cukup kuat untuk dijadikan pegangan itu dikuatkan dengan sejarawan seperti Abu al-Falah Abd al-Hayyi Ibn al-Imad Al-Hanbali yang telah menuliskan peristiwa pada tahun 279 H, antara lain adalah wafatnya Imam Tirmidzi. Imam Tirmidzi wafat pada usia 70 tahun malam Senin, 13 Rajab 279 H.
Terdapat perbincangan tentang Imam Tirmidzi itu dilahirkan dalam keadaan buta atau dalam keadaan melihat. Dr. Naruddin Itir mencoba mengungkapkan pendapatnya yang mengutip pendapat Imam al-Dzahabi, Ibnu Kasir, dan Ibnu Hajar, mereka lebih cenderung mengatakan bahwa Imam Tirmidzi lahir dalam keadaan melihat, alasannya:
Ulama ahli hadits meriwayatkan bahwa Imam Tirmidzi pernah mendatangi langsung seorang ulama dengan tujuan untuk meneliti suatu hadits yang diterima melalui perantara seorang ulama, ternyata tidak ada perbedaannya. Hadits yang dihafalkannya itu dijadikan sebagai hujjah. Jikalau dalam keadaan buta, tentu beliau hanya meneliti akan hafalan-hafalan haditsnya saja tidak sampai dengan tulisannya.
Terdapat pendapat ulama yang mengetahui langsung dari sumber pertama yaitu ulama Hafidz ibn 'Allaq yang mendapatkan langsung keterangan dari sumber pertama, mengatakan bahwa Imam Tirmidzi lahir dalam keadaan melihat, hanya pada akhir hayatnya beliau buta, karena akibat banyak menghafal, menulis, dan menyelesaikan beberapa karangannya. Beliau sakit mata yang tidak berhasil disembuhkan, dan akhirnya mengalami kebutaan, hingga masa wafatnya.
Terdapat berita bahwa Imam Tirmidzi ini beliau menghayati isi hadits yang tertulis pada kitabnya. Hadits tersebut dari Abu Hurairah sedikit ketawa dan banyak menangis. Dengan disebutkan hadits tentang ini, Imam Tirmidzi banyak menangisnya, dengan itu ini menjadi salah satu penyebab kehabisan atau kekurangan air matanya, sehingga usaha penyembuhan sulit dilakukannya. Ternyata orang yang sering mengeluarkan air mata atau menangis, maka akan dapat mengganggu kesehatan matanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H