Kumelihat orang berlalu lalang dengan koper dan tas penuh beban
Beragai derap langkah untuk menghampiri gerbang perpisahan
Lalu, penuh dengan senyum ucapan manis sebagai perpisahan
Mereka berjejer di depan gerbang pelupuk tangis yang ditahan
Berbincang dan terdengar tipis menyusup telinga tanpa perlahan
Kulihat label "kedatangan" di atas gerbang besi
Dua petugas siap untuk memeriksa tiket keberangkatan yang diberi
Lalu bersiap untuk ditembak oleh sinar yang katanya dapat mengidentifikasi
Nyatanya, tempat ini begitu menciptakan kelabu dadakan
Sehabis melumat nasi goreng di salah satu restoran bandara ini
Atau dengan berbagai rancangan mimpi yang kita eja satu per satu
Katamu, aku harus bersiap dan kau lihat jam serta kau sandingkan tas ransel di bahumu
Bukankah percakapan kita terlalu singkat untuk panjangnya rasa rindu
Percayalah, waktu akan berbaik hati kepada kita dan membawa kita berjumpa, katamu
Di tempat ini, aku akan kembali, maumu
Bukan persoalan kembali, tapi persoalan bersama
Persoalan kau dan aku melumat habis waktu dengan satu rasa dan di tanah yang sama
Meracik berbagai masakan yang rasanya kita nikmati kala pagi, siang, dan malam tanpa lara
Atau berbagai candaan renyah yang membuat kita lupa kita adalah pekerja
Ah, rasanya sulit untuk mengantarmu ke gerbang ini
Izinkan aku memegang kuat tanganmu sebagai tanda aku tak kuat untuk berpisah
Terlalu melankolis katamu, yakinlah, kita kan berjumpa
Bersahabatlah dengan waktu dan bisikkan rasa cinta
Kita akan bertemu
Kau coba tuk menepuk bahuku
Memberikan ketenangan dan jawaban syahdu
Bisakah kita kembali beradu pada satu waktu?
Padang ketika mendung, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H