Lihat ke Halaman Asli

Celana Robek untuk Anak yang Dituduh Mencuri

Diperbarui: 6 September 2015   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by. rollytoreh

Celana robek ku kirim.

Kuberi pasrah pada kemarau sangar.

Ada yang datang di pelupuk siang. Ada yang pergi di ufuk sore.

Anak-anak berkejaran, mainkan kibaran membebaskan raga sebab baru lepas tiga hari mata mereka dibius pekat penjara.

Sebanyak 30 hari paling kurang dalam sehari habiskan makan tidak kenyang. Dalam kelaparan yang terpaksa, keadilan terbata-bata untuk batin mereka yang dituduh mencuri sebuah toko perhiasan, padahal di sore keparat itu mereka cuma berpapasan lewat. 

Menurut mereka kebenaran hanya kebetulan, sementara bersarang di tengah teduhnya rindang suap-menyuap para konglomerat dengan jaksa terhormat. Kebenaran yang ipuh. Kebenaran yang memar oleh tanduk kepentingan. Kebenaran yang hangus oleh batu bara persekongkolan.

Anak-anak mencari kebenaran dalam lubang hidung pengadilan, ternyata yang ditemukan adalah bayang-bayang kebodohan. Mereka terus mencari dalam lubang hati dan perasaan hakim, sekiranya memberi putusan memuaskan jiwa-jiwa bocah yang disangka pencuri. Mereka mendorong, menggebuk baja penghalang nurani hakim, dan berteriak,

"Pak hakim, bapakku. Bu hakim, ibuku. Mungkinkah kau sadar, kami ini seperti anak-anakmu? Janganlah kau menyangka, kami yang kecil ini semacam semut-semut liar pengusik ketenanganmu. Mestinya kau jangan lekas percaya konglomerat hitam, sebab mereka itulah gajah-gajah kekuasaan yang selalu menantang kebenaran. Suatu kelak wibawa kamu diinjak dan ditaburi tahi paling busuk. Lihat saja kami yang kecil ini, mengharap asa, menunggu biduk Pak hakim dan Bu hakim, sama-sama kita merapat di sebuah pulau, dimana kebenaran dan keadilan sama-sama di junjung tinggi, dan jauh dari binasa."

Celana mereka kusut dimakan abu. Sebab untuk berapa lama, inap mereka memeluk tanah dari penjara yang disebut dalam setiap berita paling aman, layak, dan memasyarakatkan. Padahal pembinasaan bagai kandang binatang.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline