Kampanye dan Urgensinya
Perhelatan pilkada sudah di depan mata. Masing-masing pasangan calon memiliki waktu kurang lebih 22 hari atau 3 minggu (hingga 23 November 2024) untuk berkampanye.
Masa kampanye adalah masa perkenalan diri kandidat tetapi juga masa adu strategi memikat hati para pemilih.
Sudah tentu dalam proses itu program kerja menjadi salah satu ujung tombak meraup suara para pemilih.
Meski begitu, kita sebagai masyarakat disuguhkan juga dengan banyak narasi serta gagasan yang kadang sulit dicerna nalar.
Karena penulis berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, maka penulis lebih banyak mengambil contoh kasus yang ada di wilayah penulis tinggal untuk memperlihatkan gagasan kandidat yang "miskin".
Kandidat Minim Gagasan
Poin ini menarik untuk disorot meski dengan catatan bahwa penulis sebenarnya malas menyinggung tetapi karena makin masif isu ini dibicarakan di media sosial maka penulis "terpaksa" berkomentar.
Di NTT, pasca debat pertama gubernur NTT (23 Oktober 2024), muncul isu perhatian pemerintah pusat akan dominan jika paslon tertentu terpilih.
Saking masifnya, para anggota legislatif dari partai pengusung paslon tersebut ramai-ramai memberi komentar tentang pentingnya memilih paslon bersangkutan degan alasan jaringan di pusat lebih memungkinkan.
Penulis kemudian mencoba merenungkan kembali pernyataan itu. Dari hasil perenungan itu, penulis kemudian dibawa pada satu pemahaman yang penulis rasa disetujui oleh para pembaca.