Oleh : APOLONARIS FEBRIANO SAVIO MEDO
Harmonia berasal dari Bahasa Yunani, sama halnya dengan kata harmonis atau kebersamaan, yang berarti terikat secara serasi/sesuai. Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa, hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. (dilansir dari id.m.wikipedia.org).
Dari pengertian tersebut kebersamaan memilki arti yang begitu besar ketika dikaitkan dengan konteks panggilan seorang calon imam. Dengan kebersamaan ini juga, mampu mengubah paradigma setiap orang dalam menggapai suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Karena pada prinsipnya bahwa seseorang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Sedangkan, panggilan dalam konteks calon imam adalah suatu hal yang begitu luhur dan mulia adanya, karena tidak semua orang dipanggil oleh Tuhan untuk bekerja di ladang-Nya. Panggilan kemudian ditanamkan dalam diri setiap individu, tentu membutuhkan tanggung jawab yang begitu dalam dan harus dijaga serta dirawat agar menjawabi panggilan Tuhan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Tuhan rencanakan.
Dari penjelasan definisi di atas harmonia dan panggilan memiliki korelasi dan relevansi yang begitu erat terutama dalam menjawabi panggilan Tuhan sebagai calon imam.
Dalam konteks pendidikan calon imam hal yang menjadi esensial adalah selain mewujudkan apa yang dijalani panggilan hidup secara pribadi, tentu juga membutuhkan pentingnya hidup kebersamaan. Dengan kata lain, keduanya saling seimbang dan harus berjalan secara bersamaan. Kebersamaan ini, tentu banyak ditemukan dalam kehidupan. Terlebih khusus hidup kebersaman dalam komunitas. Hidup dalam komunitas menjadi tolok ukur dalam memfasilitasi bagi para calon imam untuk melatih dalam menjawabi panggilan Tuhan. Hidup berkomunitas adalah identitas bagi calon imam yang saat ini sedang dijalani. Dalam komunitas inilah banyak hal yang ditemukan dalam menumbuhkan benih-benih panggilan hidup membiara. Seperti hidup bersolidaritas dalam komunitas, hidup spiritualtas rohani dalam komunitas dan hidup berkolaborasi dalam komunitas.
Hidup bersolidaritas dalam komunitas.
Hidup bersolidaritas merupakan kesetiakawanan dalam kehidupan bersama. Kesetiakawanan yang dimaksud adalah ketika seorang teman komunitas mengalami suatu kendala di situlah hidup bersolidaritas itu muncul. Hidup bersolidaritas sebagaimana bisa berbaur dan berinteraksi dalam menapaki tujuan hidup bersama. Itulah yang menjadi identitas kehidupan berkomunitas. Nah, dari sini kita bisa mengetahui bahwa hidup bersolidaritas adalah hal yang menjadi esensi bagi setiap para calon imam. Kebersamaan dalam hal berkomunitas ini lebih menyudutkan ke arah yang lebih baik. Tidak semua orang itu dapat hidup bersolidaritas dalam mencapai tujuan hidup bersama. Seperti kendala atau kesulitan yang menjadi acuan untuk saling berkomunikasi dalam mencari solusi. Dalam hidup berkomunitas, tentunya penting sekali hidup bersolidaritas. Saling bersolidaritas itu adalah kunci bagi setiap orang untuk mengintrospeksi diri apakah saya makhluk individu atau makhluk sosial? Tentu jawabanya adalah homo socialae (makhluk sosial), yang selalu membutuhkan orang lain.
Hemat saya secara personal, bersolidaritas dalam komunitas itu penting melihat fenomena para calon imam sebelumnya yang hanya mementingkan diri sendiri dibandingkan teman sebagai sandaran untuk berinteraksi. Namun, mereka tidak tahu apa yang terjadi dibalik semuanya itu. Tentu semuanya akan mengalami kesulitan dalam hidup. Meskipun saat ini masih berjalan begitu mulus, tetapi waktulah yang akan merubah semuanya itu bahwa ada tantangan yang akan dihadapi dalam dinamika kehidupan selanjutnya.
Sebagai contoh realitas kehidupan bersolidaritas adalah fenomena kedukaan. Beberapa hari yang lalu, di lembaga pendidikan Seminari KPA St. Paulus Mataloko tepatnya pada hari (Minggu, 26/11/2023), seorang teman seminaris asal Papua bernama Juvens Horokubun mengalami kedukaan, yaitu ayahnya meninggal dunia. Tentu, dalam hidup berkomunitas sebagai saudara, duka yang dia alami adalah duka komunitas juga.
Dari sini, menimbulkan pertanyaan yaitu bagaimana kita menyikapi duka ini? Jawabannya ialah melalui doa bagi saudara Juvens beserta keluarganya yang ditinggalkan agar diberi rahmat keikhlasan atas kepergian ayahnya. Bahkan, Rektor Seminari pun berkata demikian "duka yang dialami saudara kita Juven adalah duka kita semua, lalu bagaimana kita menyikapinya sebagai ungkapan rasa duka ini? Tentu doalah yang kita utamakan, dan juga kita wajib memberi donasi sebagai ungkapan wujudnyata dalam meringankan kedukaannya. Tetapi, tidak dituntut seberapa besar yang kamu berdonasi intinya ikhlas dari hati. Karena prinsipnya hari ini adalah dukanya, mungkin besok kita punya." (Senin, 27/11/2023).
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk inspiratif dalam hal bersolidaritas, bahwa itulah yang sebenarnya hidup berkomunitas, serta pentingnya hidup bersolidaritas untuk meringankan suatu kesulitan yang dialami oleh seseorang. Maka dari itu, penting sekali saling bersolidaritas antarsesama dalam hidup. Hidup yang sesungguhnya adalah ungkapan hidup saling berbagi. Entah itu ungkapan lahiriah maupun ungkapan batiniah. Ungkapan lahiriah ini seperti sesuatu yang berwujud nyata, walaupun hanya kecil tetapi berharga bagi orang lain. Sedangkan ungkapan batiniah adalah mengungkapkannya lewat hati seperti doa.