Lihat ke Halaman Asli

Roko Patria Jati

A Scholar Forever

Solo Pasca Jokowi: Antara 2 Diskusi

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13403753891512684311

[caption id="attachment_196358" align="alignleft" width="300" caption="rembug (diskusi) soloraya (solopos.com)"][/caption]

"Diskusi kemarin di solopos semua yang hadir pesimis pasca kepemimpinan Jokowi, termasuk P. Ghofar (DPRD Solo). Satu-satunya yang optimis hanya saya, dan saya sampaikan siap meneruskan program dan perjuangan Jokowi serta berkeyakinan lebih baik dari Jokowi." (Kanjeng Manahan, peserta rembug soloraya)

Forum rembug (diskusi) soloraya yang digelar pada hari Rabu (20/6) oleh salah satu harian lokal di kota Solo ternyata berlangsung menarik dan sedikit banyak mampu menjadi forum ngudarasa tumpahan uneg-uneg warga Solo dan sekitarnya. Sehari setelah kegiatan tersebut, seorang kawan menyampaikan sms sebagaimana dikutip di bagian awal tulisan ini. Karena tidak mendapat undangan, maka tertarik kemudian untuk menelusur lebih jauh seperti apa jalannya diskusi tersebut, dan berikut sekelumit hasil penelusuran.

"Nasib Jokowi akan ditentukan di Pilkada Jakarta. Bila menang, pasti dia akan meninggalkan Kota Solo. Sebaliknya bila gagal di Pilkada Jakarta, dia akan kembali ke Solo. Satu hal yang perlu diingat, periode kedua ini merupakan jabatan terakhir Jokowi sebagai walikota Solo. Jadi, kalah atau menang di Pilkada Jakarta, Jokowi akan tetap meninggalkan Kota Bengawan saat jabatannya sebagai Walikota berakhir". (SPFM, starjogja.com)
Demi kemajuan Kota Solo, pemerintah kota ke depan harus meningkatkan komunikasi dan kerja sama dengan kelompok-kelompok marginal seperti pedagang kaki lima (PKL) yang biasanya menjadi “korban” pembangunan. selain pemerintah, di sisi legislatif diharapkan juga bisa menghasilkan raperda-raperda yang ramah kepada kelompok marginal”. (Akbarudin Arif, aktivis Kompip, solopos.com)
Pembangunan kota akan berjalan dengan baik bila berdasarkan pada database yang ada, sehingga pembangunan bisa terarah dan tidak berkesan di permukaan saja”. (Abdul Ghofar, PKS, solopos.com)

Menarik memang jalannya diskusi tersebut, tapi terasa masih kurang "menukik". Untuk diskusi dengan tema yang kurang lebih sama, "Menatap Masa Depan Kota Solo" atau "Solo Pasca Jokowi", coba bandingkan dengan jalannya diskusi dari titik lain di kota Solo. [caption id="attachment_196369" align="alignleft" width="300" caption="Forum Diskusi Mata Air Kartopuran (Dok Pribadi)"]

13403775251624516357

[/caption] Forum Diskusi Mata Air Kartopuran yang secara rutin menjalankan diskusi 2 (dua) mingguan telah jauh-jauh hari sebelumnya mengangkat diskusi bertema Jokowi, bahkan dalam 3 (tiga) agenda diskusi sekaligus, yaitu "Bila Solo Ditinggal Jokowi" (11/4), "Telaah Kritis Kepemimpinan Jokowi (Permasalahan dan Solusinya)" (25/4), serta "Pola Pencalonan Jokowi (Ditinjau Dari Etika Politik)" (9/5) Karena diselenggarakan secara swadaya oleh beberapa elemen kota dan tanpa sponsor tertentu, maka jalannya diskusi tersebut nampak lebih meriah dan gayeng. Minuman kopi dan teh hangat tinggal pilih dan ambil sendiri dengan minimal kontribusi Rp 2000, kira-kira seperti itu gambaran diskusi "Mata Air" tersebut. Tak heran, bahasa-bahasa jalananpun terkadang muncul dari mereka yang terdiri dari aktivis sosial, politik, hingga yang murni warga biasa tanpa afiliasi. Sampaipun di edisi terakhir bertema Jokowi, seorang peserta dengan lantangnya berteriak, "Jokowi itu tidak memiliki etika politik dan murni pengkhianat!". Apalah itu, semua menjadi bumbu-bumbu yang menarik untuk dinamika sebuah diskusi. Berikut hanya sekilas gambaran jalannya diskusi tersebut. Semoga ke depannya Forum Diskusi Mata Air Kartopuran tetap eksis dalam mengawal kehidupan kebangsaan di Indonesia dan khususnya di kota Solo.

Kalau bicara pencitraan semua kepala daerah melakukan pencitraan, namun tidak semuanya berhasil. Jokowi termasuk yang berhasil, hal itu disebabkan pencitraan yang dilakukan tidak hanya lewat media semata, akan tetapi juga memiliki akar. Tanpa akar, pencitraan yang dibangun akan hampa dan elitis. Hasil Pemilukada tahun 2010 yang memperoleh 91% suara membuktikan akan adanya akar itu. Secara teoritik kepemimpinan Jokowi itu belum ideal, akan tetapi bila dibandingkan dengan pemimpin daerah lainnya, maka kepemimpinan Jokowi relatif berhasil dan baik” (Adib Ahmadi, Pengamat Politik Lasindo)

Menurut saya kepemimpinan Jokowi itu sangat memprihatinkan, dan kurang bertanggungjawab. Belum saatnya berkampanye dalam Pilgub DKI tetapi sudah menelantarkan apa yang menjadi tugasnya di Solo. Tadi saya baca di Solopos, rapat paripurna DPRD gagal lantaran Jokowi berada di Jakarta. Memang secara undang-undang dan peraturan dibolehkan, akan tetapi secara etika politik, moral keagamaan tidak etis dan tidak benar. Dia sudah diamanati untuk memimpin 5 tahun Kota Solo akan tetapi belum genap 5 tahun sudah mau ditinggal maju dalam Pemilukada DKI Jakarta. Ini bukan mental seorang pemimpin akan tetapi seorang pebisnis, mana yang menguntungkan itu diambil. Secara pribadi Jokowi itu baik, tapi dalam kepemimpinan saya harus tegas apa yang dilakukan Jokowi kurang etis” (Usman Aminuddin)

“Waktu saya jalan-jalan pagi di Car Free Day, saya lihat tertampang di spanduk bertuliskan survei Jokowi bila ke Jakarta, Jokowi ke Jawa Tengah, Jokowi tetap di Solo, yang di Solo itu jumlahnya 90 % , yang di Jakarta sedikit dan yang di Jawa Tengah lebih banyak. Ini berarti rakyat Solo masih sangat mencintai Jokowi, data ini saya sampaikan dari yang saya baca di Car Free Day” (Awod, Kartopuran, Serengan)

Kepemimpinan Jokowi bagi saya, masih banyak kekurangan, banyak progam yang terbengkalai dan tidak maksimal, pandai membangun tapi tidak pandai merawat. Misalnya saja shelter-shelter Solo Batik Trans banyak terbengkalai, program ini terlalu dipaksakan terkesan hanya ikut tren saja, atau keberadaan Sepur (kereta) Kluthuk Jaladara yang sekarang tidak ada ceritanya. Contoh lain misalnya Solo sebagai kota budaya siapa yang menikmati apakah rakyat, ternyata hotel-hotel yang lebih banyak menikmatinya, makanya Jokowi tidak membangun mal atau supermarket akan tapi justru membangun hotel/apartemen dimana-mana ya sama saja, tapi secara makro Jokowi itu berhasil” (Didit, Ketua HMI Cabang Surakarta).

Dalam pandangan saya kepemimpinan Jokowi itu biasa saja tidak ada sesuatu yang visioner, menjadi istimewa lantaran hadir dalam situasi dimana kebanyakan pemimpin lebih suka membangun citra namun minim kinerja” (Al Brifa A.D, warga Tipes, Serengan)

Baca juga di Kompasiana: "Ini Dia Buku Jokowi Terbaru"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline