Grasi L.S. Corby dinilai oleh Permadi (Spiritualis Gerindra) dalam sebuah program di stasiun televisi swasta sebagai bentuk Abuse of Power (Penyalahgunaan Kekuasaan) dari hak prerogratif yang memang melekat dan dimiliki sepenuhnya oleh Presiden.
Lain lagi Yusril Ihza Mahendra (YIM), ia menilai Keputusan Presiden bukanlah bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku umum. Karena itu, dimungkinkan bagi siapa saja yang mempunyai kedudukan hukum dan merasa dirugikan dengan apapun bentuk Keppres untuk membawanya (gugat) ke PTUN. Keppres tentang grasi adalah keputusan pejabat tata usaha negara yang dapat dijadikan sebagai objek sengketa di PTUN. Keppres tersebut memenuhi syarat untuk digugat karena sifatnya yang individual, konkret, final dan membawa akibat hukum.
Lebih jauh lagi, keputusan tata usaha negara dapat dibatalkan oleh PTUN apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Yusril menilai Keppres pemberian grasi kepada narapidana sindikat narkotik adalah bertentangan dengan UUD 45, UU Narkotika, UU tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Narkotika dan PP No 28/2006 tentang Pengetatan Pemberian Remisi kepada narapidana korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan trans-nasional terorganisir. Pemberian remisi itu juga bertentangan dengan asas kehati-hatian, keterbukaan, profesionalitas dan akuntabilitas sebagai ciri-ciri dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Gugatan Grasi di PTUN ini bukan hanya atas grasi untuk L.S. Corby, tapi juga grasi untuk warga negara Jerman, P.A.F. Grobmann yang tak banyak diketahui publik. Bahkan, Yusril mensinyalir bahwa Presiden SBY telah memberikan grasi kepada narapidana sindikat narkotik, tidak saja kepada Corby dan Grobmann, tetapi semuanya dilakukan diam-diam tanpa diketahui publik. (VIVAnews, Senin 5 Juni 2012)
Wakil Menteri: Abuse of Power?
Penulis dan banyak pihak awam lain mungkin sudah cukup puas dengan penilaian "subjektif" Abuse of Power (Penyalahgunaan Kekuasaan) untuk dilekatkan pada penguasa negeri ini dan kemudian dipendam dalam-dalam di lubuk hati, sebagaimana abuse-abuse lainnya yang banyak ditemui, termasuk dalam melihat posisi wakil menteri yang mengacaukan karir dan tidak jelas posisi politis birokrasinya ini. Namun tidak demikian halnya bagi Adi Warman (GNP-Tipikor) yang diwakili Yusril Ihza Mahendra. Mereka seakan berani beradu argumentasi intelektualitas sampai ke tataran Mahkamah Konstitusi (MK) dimana putusannya akan dibacakan siang ini (5/6/2012).
Yusril Vs Denny Indrayana
Sebelumnya, harus dipahami bahwa istilah "versus" bukanlah istilah yang provokatif melainkan akademis dan menunjukkan adanya adu argumentasi ataupun pros & cons, dalam hal ini adalah Yusril Vs Denny Indrayana. Perlu diketahui pula bahwa peristiwa putusan hukum siang nanti bukanlah peristiwa politis Yusril Vs SBY ataupun Yusril Vs 20 Wamen KIB (jilid 2), melainkan peristiwa hukum (akademis) dari para pakar tata negara, dan yang paling menonjol adalah Denny dan juga Yusril. Sejauh ini, dua tokoh tersebut berhasil melaju dalam perdebatan akademisnya dengan meninggalkan nuansa-nuansa politis yang memang tidak bisa menembus tembok tebal gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Bila demikian, melajulah mereka dengan background keilmuan dan pengalaman (jam terbang) yang mereka miliki. Yusril yang "Spesialis MK dan PTUN" ini memang seringkali menang dalam kasus yang dibawanya, tapi sekali lagi Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mempertimbangkan faktor lain selain kuatnya argumentasi, dan tentu akan sangat berhati-hati dalam setiap pengambilan putusannya.
Keduanya adalah pakar hukum tata negara, dan perlu dihormati secara proporsional dalam hal keilmuannya. Baik Denny dan juga Yusril adalah orang-orang terbaik dan pilihan negeri ini, sehingga dalam menanti putusan siang nanti, jangan sampai ada unsur-unsur politis apalagi adu domba yang merasuki keduanya. Silakan bertempur asalkan masih dalam tataran akademis. Silakan pula berperang kata-kata selama akademis sifatnya. Sungguh menarik kedua tokoh ini. Mari sama-sama menantikan hasil putusan MK yang akan dibacakan hari ini. Hidup masyarakat akademis Indonesia. Bravo MK !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H