Lihat ke Halaman Asli

Malu Bertanya Sesat di Samsat (Part 2)

Diperbarui: 20 Desember 2022   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ketika hendak menyerahkan kembali ke petugas loket yang berbeda, sebuah drama saya alami kembali. Map biru saya belum memiliki cap stempel verifikasi. Petugas itu pun menuntun saya untuk pergi ke sebuah loket bertuliskan "VERIFIKASI" yang letaknya tidak jauh dari loket "BALIK NAMA".

Saya pun segera pergi ke loket tersebut. Namun, petugas yang berada di balik loket itu hanya diam tidak menghiraukan kedatangan saya dan sibuk dengan pekerjaannya. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk menunggu sebentar. Menit pun berlalu, tetapi petugas itu tidak juga menghiraukan panggilan saya.

Akhirnya, saya pun memberanikan diri untuk bertanya kepada sepasang suami-istri yang sedang mengisi formulir di depan loket itu. Ternyata oh ternyata, peletakan berkas map berada di depan. Sedikit menghembuskan napas, saya pun lekas pergi menuju arahan. Di sana banyak orang yang sedang menunggu verifikasi berkas di depan loket.

Setelah menaruh berkas map, lantas saya menghampiri Ibu dan si kecil di tempat duduk antrian formulir yang tampak sedikit sepi sembari menungu panggilan dari petugas. Tak selang berapa lama, panggilan terdengar dari sebuah pengeras suara. Lekas itu, saya pun kembali masuk ke dalam kantor bersama Ibu dan si kecil.

Saya kembali ke loket "BALIK NAMA" dan menyerahkan berkas map. Di sana memebutuhkan waktu menunggu cukup lama. Saya juga sempat berdebat dengan Ibu untuk bertanya kepada petugas perihal panggilan yang belum jua terdengar. Saya menolah bertanya, sebab sudah terlalu lelah dengan "bertanya". Ya, itulah terkadang-kadang anak muda.

Kami juga sempat kebingungan perihal panggilan akan diumumkan di loket mana. Saya pun harus mengawasi setiap pergerakan orang di sekitar loket dan siap siaga memasang telinga. Beberapa lama kemudian, sebuah panggilan terdengar dari seorang petugas berpakaian putih yang berdiri di dekat loket pembayaran.

Saya perlu mengeluarkan biaya sebesar 225 ribu untuk membayar keperluan BPKB. Kemudian seorang petugas di sebelahnya memberikan sebuah kertas antrian. Saya mendapat nomor B30 dari nomor antrian B10 yang sejak tadi sedang berjalan. Saya pun duduk di kursi antrian sembari menunggu. Namun, sejak tadi antrian itu tak kunjung berjalan.

Jam dinding yang menempel di dinding kantor menunjuk ke angka 12. Saya pun berpikir bahwa  petugasnya memang sedang ishoma. Benar saja, saat jam berada di angka satu, seorang petugas muncul di balik loket kasir 2. Antrian pun kembali berjalan cukup cepat, meski ada beberapa biuh ketidaksabaran hati agar bisa lekas pergi dari ruang yang semakin dipenuhi oleh insan itu.

Selang beberapa lama, giliran nomor antrian saya yang dipanggil. Lekas itu, saya dituntun untuk pergi ke loket cetak STNK (maaf saya lupa namanya). Di sanna saya menulis nama di buku antrian. Dari sini, saya sepenuhnya mennyerahkan antrian kepada Ibu dan berniat keluar sebab perut sudah berkeroncong.

Sembari menunggu Ibu, saya pun membeli bakso. Tak selang berapa lama, ibu keluar dari balik pintu keluar. Lekas itu, Ibu bersama si kecil pergi ke percetakan plat motor yang letaknya berdekatan dengan lokasi cek fisik. Menunggu di sana tidak terlalu lama, sebab kebetulan antrian tidak bergitu panjang. Dan, sekitar pukul 1 siang lebih, pertempuran pun telah usai.

Dari momen itu, saya mengambil beberapa pelajaran. Bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi masyarakat yang akan mengurus di Kantor Samsat Induk, yaitu sebagai berikut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline