Lihat ke Halaman Asli

Roisul

Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Mengenal "Kondangan" Tradisi Bertukar Berkat yang Tak Lekang oleh Waktu

Diperbarui: 23 April 2020   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto kondangan by Kristi Dwi Utami

Bagi banyak orang "kondangan" adalah datang menghadiri undangan hajatan, biasanya penikahan atau khitanan. Tapi bagi masyarakat tempat tinggal saya di dusun Aran-aran desa Sumberejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, kondangan juga berarti menggelar syukuran seperti akan menyambut bulan puasa seperti ini.

Belakangan baru saya tahu bahwa makna kondangan tak lebih hanya sekedar menyambut bulan-bulan penting, waktu tetangga saya membangun rumah "ngedekno cagak omah" juga diadakan kondangan, bahkan tetangg saya yang motornya baru juga mengundang para tetangga untuk dimintai doa. 

Kondangan telah menjadi budaya atau tradisi yang dijalankan oleh masyarakat di Dusun saya tinggal. Kebiasaan ini sekilas mirip dengan acara sadranan atau "nyadran" yang merupakan tradisi banyak masyarakat Jawa setiap menjelang bulan puasa. 

Namun, dalam kondangan tidak ada ziarah kubur bersama. Mereka yang ingin mendoakan keluarganya yang telah tiada biasanya berziarah sendiri pada waktu yang berbeda. 

Kondangan di tempat saya dihadiri para bapak, berbeda dengan kondangan di daerah Klaten dan khususnya daerah jawa tengah yang lebih banyak diikuti oleh kaum wanita dan anak-anak. Para bapak atau suami biasanya hanya mengantar atau menunggu hingga acara selesai.

Perbedaan lain di dusun saya kondangan dilakukan pada saat malam hari ba'da magrib, sedang di daerah jawa tengah dilakukan di sore hari.

Kebersamaan sangat terasa dalam kondangan. Sebelum acara dimulai warga yang datang saling berbincang dan bercanda. Beberapa orang  yang biasanya duduk bergerombol pun saling bertegur sapa. 

Meski mungkin tak banyak yang diucapkan, tapi pertemuan itu boleh jadi tempat saling curhat orang-orang yang seharian bekerja keras untuk mencari hasil bumi. 

Maklum saja mata pencaharian sebagian besar masyarakat di desa Sumberejo selain tani  adalah "ngamper" penambang pasir untuk dijual ke para pemborong yang datang membawa truk. 

Daerah saya tanahnya memang berpasir, jika masih menunggu masa tanah subur biasanya orang-orang menggali tanah kemudian diayak dan diambil pasirnya.

Saya yang tidak tahu banyak tentang ilmu "ngamper" lebih banyak diam, sambil sesekali menyauti seadanya. Tiap kondangan memang saya lebih suka sebagai pendengar karena memang tak merasakan beban berat sebagai seorang penambang pasir. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline