Berdasarkan pandangan Johan Galtung makna dari perdamaian ialah sebagai suatu kondisi
internal manusia yang memiliki pikiran damai terhadap dirinya sendiri ketika dihadapkan pada
situasi tertentu. Perdamaian adalah suatu keharmonisan sosial tanpa adanya permusuhan dan
kekerasan. Perdamaian biasanya mengacu pada tidak adanya konflik antar bangsa (seperti
peperangan) dan kebebasan dari ketakutan akan kekerasan antar individu atau kelompok.
Artinya makna perdamaian tidak semata-mata bebas dari peperangan seperti dulu tetapi juga
kebebasan dalam berpikir, berkreasi, beraspirasi,dan merasa nyaman serta aman dalam
menjalani kehidupan di lingkungan sosial.
Sejak 112 tahun yang lalu dunia merayakan Hari Wanita Sedunia yang jatuh pada tanggal 8
Maret. Namun apakah perempuan di seluruh dunia ini telah merdeka dari rasa ketakutan dan
hal-hal berbahaya yang mengancam?
Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang.
Menurut data pencatatan Simfoni PPA, kekerasan seksual dapat dialami oleh perempuan
maupun laki-laki. Pada tahun 2021 korban dari kasus kekerasan seksual pada laki-laki sebesar
5.376 sedangkan perempuan sebesar 21.753 kasus (Simfoni-PPA, 2021). Pada data ini dapat
dilihat bahwa perempuan lebih rentan dan beresiko menjadi korban kekerasan seksual.
Kemudian Komnas Perempuan pada Januari sampai dengan November 2022 telah menerima
3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, termasuk 860 kasus kekerasan
seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus di ranah personal. Begitu banyaknya kasus
kekerasan yang menimpa perempuan ini lah yang menjadi tanda tanya sudahkah perempuan
merdeka? Bukan kah berarti perempuan belum bebas dari rasa aman dan damai dalam
menjalani kehidupan karena bisa saja hal yang membahayakan menimpa dirinya.
Ditambah lagi anggapan tradisional yang melekat di masyarakat tentang perempuan yang tidak
perlu berpendidikan tinggi karena tugasnya perempuan setelah menikah hanyalah mengurus
rumah tangga. Hal tersebut seolah merendahkan posisi perempuan dibandingkan laki-laki.
Padahal perempuan memiliki hak menentukan pilihan kita sendiri. Kita berhak mendapatkan
pendidikan setinggi-tingginya, kita berhak berkreasi , berkarir, serta berkontribusi terhadap
kemajuan peradaban di dunia ini.
Dengan pendidikan yang cukup bagi perempuan diyakini akan dapat mengurangi kasus
kekerasan terhadap gender perempuan. Karena menurut Halodoc faktor yang bisa menjadi
penyebabnya, seperti kurang berpengalaman, tingkat pendidikan yang lebih rendah, hingga
kurangnya pendidikan seksual.
Inilah pentingnya membangun kesadaran kita terhadap kesetaraan gender dan pendidikan
tentang seksual. Supaya tidak ada lagi kasus diskriminasi gender, ketidak setaraan gender,
pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
Nama : Roini Arizti
NIM : 07041282227075
Dosen Pengampu : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc
Sumber :
Apa Itu Kekerasan Seksual. Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. diakses pada 1 maret 2023. https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/#:~:text=Kekerasan%20Seksual%20adalah%20setiap%20perbuatan,mengganggu%20kesehatan%20reproduksi%20seseorang%20dan
Syahputri,Dyah Anggi & Farisandy,Ellyana Dwi.(2022). Kekerasan Seksual Pada Perempuan: Salah Siapa?. Program Studi Psikologi. Universitas Pembangunan Jaya.
Gantung, Johan.(1996) Buku Peace By Peaceful Means. Sage Publications. London.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H