Lihat ke Halaman Asli

Antara Prediksi dan Fantasi

Diperbarui: 30 Maret 2018   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kebingungan (sumber: paiquere.com.br)

Layaknya cinta dan benci yang hanya memiliki sekat tipis, sehingga untuk membedakan keduanya adalah hal yang sulit. Sama halnya dengan prediksi dan fantasi. Kedua hal ini sangat berbeda namun sering kali publik salah anggapan tentang keduanya.

Prediksi adalah bentuk kemungkinan terjadi yang diperoleh dari penguraian indikasi, sedangkan fantasi adalah kebebasan berfikir tanpa perlu dasar tertentu. Keduanya sering tertukar dalam anggapan masyarakat. Kadang prediksi dianggap sebagai fantasi, dan tak jarang pula fantasi dianggap sebagai prediksi.

Jika kita aplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari prediksi dan fantasi pernah dialami oleh sebagian besar orang. Misalnya ada seseorang yang malas bekerja pergi kepada seorang peramal dan menanyakan nasibnya, disana sang peramal berfantasi bahwa orang tersebutakan segera menjadi orang yang kaya raya. Hal ini adalah fantasi dari sang peramal dan bukan suatu prediksi karena tidak mengandung unsur fakta atau indikasi kehidupan orang tersebut. Karena fantasi adalah suatu pemikiran yang bersifat bebas maka sang peramal tidak menggunakan dasar apapun ketika mengatakan ramalannya.

Berbeda halnya jika ada seorang guru yang mengatakan pada seorang siswa bahwa dia akan menjadi seorang bintang kelas karena dia seorang siswa yang rajin dan pandai. Dalam hal ini yang dikatakan oleh guru tersebut merupakan sebuah prediksi karena siswa tersebut memiliki indikasi sebagai siswa yang rajin dan pandai.

Dalam proses konseling, seorang konselor tidak boleh mengatakan nasehat atau pendapat yang hanya berdasarkan pada fantasi belaka. Segala sesuatu yang diucapkan oleh konselor harus berdasarkan pada fakta yang ada tentang klien atau konseli. Sebuah prediksi dari konselor harus berdasarkan pada indikasi yang terdapat dalam diri konseli.

Dan pada proses akhir dari konseling, klien atau konseli dan juga konselor memiliki tanggung jawab masing-masing. Koseli bertanggung jawab mengaplikasikan solusi yang telah disepakati dengan konselor. Sedangkan konselor bertanggung jawab untuk menguatkan tindakan konseli menuju masalah yang disepakati.

Setelah membaca artikel ini semoga tidak terjadi lagi kekeliruan tentang prediksi dan fantasi.

Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline