Pepatah lama "tong kosong nyaring bunyinya", boleh jadi artinya tidaklah bagus. Namun untuk tataran penegakan demokrasi dan kedaulatan jika diadaptasi menjadi "kolom kosong nyaring bunyinya" hal ini bisa menjadi positif.Seperti kita tahu, dalam pergelaran pesta demokrasi di Indonesia baik Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Indonesia mengenal apa yang disebut kotak kosong atau kolom kosong (Kokos).
Kokos akan dimunculkan jika kandidat yang berlaga ternyata hanyalah calon tunggal dan tak ada kandidat lain yang menjadi lawannya. Keberadaan Kokos ini dimaksudkan untuk memberikan pilihan kepada mereka yang idak mendukung atau setuju kepada kandidat tunggal yang ada.
Meski seringkali dianggap lemah dan tidak setara dengan kandidat yang ada, Kokos ternyata bisa bermakna dan berdaya. Mungkin salah satu contoh paling aktual seperti yang terjadi pada Plkada Kutai Kartanegara (Kukar) 2020 kali ini.
Meskipun yang bertarung di Pilkada Kutai Kertanegara ahun 2020 kali ini hanyalah calon tunggal melawan kolom kosong, ternyata permasalahan menjadi rumit dan cukup pelik.
Sang calon tunggal yang notabene merupakan petahana Bupati Kukar, Drs Edi Damansyah, menurut Ketua Relawan Kolom Kosong, Hendra Gunawan, telah memanfaatkan kewenangan dan program Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam rentang waktu sebelum tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2020 diselenggarakan.
Tingkah petahana yang menurut Hendra dianggap menciderai hakikat manifesasi kedaulatan rakyat tersebut telah menodai prinsip jujur dan adil dan berpotensi menjadikan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah delegitimasi. Karena itu masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara telah melaporkannya kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Ternyata laporan masyarakat tersebut diterima dan ditanggapi dengan baik oleh Bawaslu RI. Bawaslu RI segera menerbitkan rekomendasi sanksi atas penanganan pelanggaran yang dilakukan sang petahana berupa pembatalan petahana (Drs. Edi Damansyah) sebagai calon bupati Kabupaten Kutai Kartanegara pada Pilkada Kukar 2020 tersebut .Edi Darmansyah dalam Pilkada Kukar kali ini dinilai telah melakukan pelanggaran Pilkada Pasal 71 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Namun sayangnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar, Erliando Saputra bukannya menindaklanjuti hasil Rekomendasi Bawaslu RI, tetapi, menolak melaksanakan Rekomendasi Bawaslu RI dan justru memberikan karpet merah kepada Edi Darmansyah, yang diduga melalui kebijakannya menyingkirkan kandidat lain sehingga Pilkada hanya satu calon dan melawan Kotak Kosong.
Edi terus melaju untuk berlaga di Pilkada Kukar 2020 melawan kolom kosong dan berhasil menang dengan perolehan telak. Namun kemenangan Edi bukanlah akhir cerita Pilkada Kukar 2020. LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) mengajukan gugatan sengketa Pilkada 2020 dan menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan kemenangan Edi.
Di tengah proses yang masih berjalan di MK, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga menggelar sidang. Dalam sidang DKPP yang dipimpin oleh Ketua DKPP Prof. Muhammad yang bertindak sebagai Ketua Majelis, didampingi Anggota DKPP sebagai Anggota Majelis, masing-masing Dr. Alfitra Salamm, Prof. Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, S.IP,M.IP dan Dr. Ida Budhiati pada Rabu (10/2/2021) telah memuuskan untuk memberhentikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar, Erliando Saputra atas pelanggaran Pilkada Kukar yang menolak melaksanakan Rekomendasi Bawaslu RI.
Berbekal keputusan sidang DKPP tersebut, LIRA semakin menegaskan tuntutannya agar MK bisa memberikan keputusan bahwa hasil penetapan Pilkada Kukar oleh KPU Kukar, batal demi hukum.