Gara-gara pandemi Covid-19 masih belum terkendali dan bisa teratasi dengan baik, maka di tahun ajaran baru 2020/2021 ini proses belajar mengajar di berbagai daerah masih banyak yang bersistem sekolah daring dari rumah atau pendidikan jarak jauh (PJJ).
Entah sudah pasrah dengan keadaan yang terjadi atau karena sudah mampu beradaptasi dengan kebiasaan belajar sistem baru tersebut maka sebagian orang tua dan siswa menerima dan bersedia menjalankan metode ini dengan baik-baik saja.
Namun ternyata tidak semuanya, baik orang tua maupun siswa yang menerima keputusan pelaksanaan PJJ ini dengan baik-baik saja.
Muncul cukup banyak keluhan, keberatan dan kritik dari kalangan orang tua terutama dari anak didik usia Sekolah Dasar. Pasalnya untuk anak didik usia SD inilah banyak aspek-aspek pendukung kegiatan PJJ yang masih berlepotan seperti kemandirian anak, kemampuan penguasaan teknologi (gawai), perlunya bantuan, bimbingan dan pengawasan orang tua, kemampuan berkomunikasi siswa dan beberapa hal lainnya yang boleh jadi berbeda untuk masing-masing anak.
Jika diamati lebih detail dan serius, maka setidaknya telah terjadi beberapa kesenjangan sosial yang tanpa disadari telah terjadi pada proses pelaksanaan PJJ saat ini.
Pertama yaitu kesenjangan kepemilikan gawai. Harus diakui bahwa fasilitas pendukung utama yang diperlukan dalam keikutsertaan pada program PJJ sekarang ini adalah kepemilikan gawai.
Bermacam varian gawai seperti telepon cerdas (smartphone), ipad, laptop atau komputer jelas diperlukan dalam program PJJ ini. Karena itu anak didik atau orang tuanya harus memiliki salah satu atau lebih gawai-gawai tersebut.
Kesenjangan jelas mencolok dalam hal ini. Ada anak yang memiliki hampir semua jenis gawai tersebut karena kemapanan orangtuanya, sebaliknya ada anak atau bahkan orang tuanya yang belum memiliki satupun varian dari gawai tersebut.
Akibatnya ada anak yang bisa dengan lancar mengikuti program PJJ, namun ada anak yang harus kalang kabut meminjam gawai orang tua, kerabat dan bergantian dengan saudara-saudaranya yang juga harus mengikuti PJJ ketika di rumah mereka hanya ada satu gawai semata.
Entah saya yang kurang mengerti atau memang belum ada, sampai saat ini saya melihat belum ada kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal ini. Yang saya tahu ada beberapa guru yang secara suka rela berinisiatif untuk meminjamkan gawai miliknya kepada siswa yang tidak memilikinya agar bisa mengikuti sistem sekolah daring.
Meskipun untuk keperluan itu akhirnya siswa-siswa tersebut harus tetap datang ke sekolah untuk bergantian meminjam ponsel gurunya. Semoga saja permasalahan ini segera ditemukan solusinya.