Lihat ke Halaman Asli

Warisan Literasi Mama

Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Melangit Rinduku pada Ramadan Berisik Namun Asyik

Diperbarui: 12 Mei 2020   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indahnya rombongan burung yang terbang tinggalkan sarang untuk mencari makan - Sumber Foto: pexels.com 

Salah satu lawan kekhusyukan suasana ibadah bulan suci Ramadan adalah berisiknya bunyi berbagai jenis petasan mulai dari yang produksi rumahan sampai dengan yang pabrikan. 

Tentu saja untuk petasan pabrikan makin ke sini makin banyak mendapatkan larangan, terutama dari kepolisian. Apalagi kasus kecelakaan akibat membuat atau bermain petasan pabrikan memang berbahaya dan seringkali menimbulkan kecelakaan yangn tragis bahkan mematikan.

Namun entah kenapa, aku selalu merindukan berisiknya dentuman petasan yang bersahut-sahutan, yang tak jarang disusul dampratan atau omelan orang-orang yang terkagetkan. Mungkin ini karena aku dilahirkan dan dibesarkan di perkampungan dengan komplek pesantren yang tidak mengharamkan petasan.

Di depan masjid pesantren yang dianggap sakral, --konon ceritanya dibangun pada zaman kehidupan wali songo, ada sebuah pekarangan yang cukup luas dan lapang. Laiknya masjid-masjid tradisional di zaman itu, masjid pesantren ini pun dilengkapi dengan dua buah blumbang tradisional yang diairi air bersih dari sumber mata air alami. Sehingga bisa dimanfaatkan para jamaah untuk bersuci dan berwudhu.

Sebagai peneduh alami, di pekarangan lapang itu dibiarkan tumbuh tiga pohon sawo manila yang sangat rindang, sebuah pohon buah mentega tua yang menjulang tinggi dan sebuah pohon buah Kepelan yang katanya sekarang sudah termasuk tanaman buah langka. Karenanya seringkali ada buah sawo manila matang yang jatuh karena hembusan angin kencang atau tersenggol tupai maupun burung-burung blekok yang pulang ke sarangnya setelah seharian berkelana mencari makan.

Pekarangan Masjid Pesantren Sabilil Muttaqien Takeran - Sumber Foto: mapsmtanjunganom.blogspot.com 

Masjid Pesantren Sabilil Muttaqien Takeran saat habis dipugar -Sumber Foto: mapsmtanjunganom.blogspot.com 

Rupanya karena besar dan rindangnya pohon sawo manila tersebut, setiap sore sehabis Ashar atau menjelang Maghrib kanopi pohon sawo yang didukung hijaunya tanaman lain di komplek pesantren tersebut, disukai oleh burung-burung blekok untuk bersarang. Mungkin jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan. Ketika mereka datang dan pergi saat pagi dan petang, kepak sayapnya bergemuruh tak karuan. 

Pemandangan Langit di sela pepohonan nampak seperti diserang burung ababil yang didongengkan ustadz mengaji kami.Sayangnya tanah di bawah pepohonan jadi banyak diwarnai bercak-bercak putih kotoran burung-burung blekok tersebut. Baunya agak amis dan anyir meskipun cepat hilang tertiup angin segar dari pepohonan. 

Anehnya, meskipun jumlahnya ratusan, kotoran burung blekok itu jarang jatuh mengenai jamaah yang hendak beribadah di masjid. Hanya kadang-kadang ada orang yang sedang sial atau memang karena ada burung blekok yang nakal, tiba-tiba ada kotoran yang menimpa tubuh atau kepala ketika lewat di pekarangan itu."Pluk," begitulah bunyi kotoran burung yang tahun mengenai badan. 

Namun tak terdengar sumpah serapah. Melainkan sekedar gerutuan kecil yang mungkin untuk mengalihkan emosi. "Ah gapapa. Kena kotoran adalah petanda akan dapat rejeki tak diduga!" ujarnya membesarkan hati. Memang orang-orang tua dulu sering mengatakan bahwa terkena kotoran merupakan petanda akan mendapatkan rejeki. Entah, apakah itu benar atau itu hanya sebagai strategi untuk menyabarkan diri, yang jelas banyak dari kami yang mempercayai.  

Berbeda dengan pohon sawo manila, pohon mentega tak banyak dihinggapi burung-burung blekok untuk bersarang. Mungkin karena daunnya yang lebar-lebar dan batangnya yang kekar, membuat burung blekok tidak nyaman untuk hinggap di atasnya. Binatang yang senang menyambangi pohon mentega adalah tupai dan lelawa. 

Tupai atau yang lebih akrab disebut orang-orang di sini sebagai bajing tersebut, suka datang ketika subuh dan petang. Tidak untuk bersarang namun sekedar berburu sedapnya buah mentega yang lezat dan terasa lembut jika sudah matang. Pun dengan kalong dan lelawa yang juga datang di waktu malam. Sama-sama datang untuk mencari buah mentega matang yang mereka rindukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline