Membangun citra positif bagi pejabat pemerintahan dan politisi merupakan kebutuhan yang penting. Pasalnya hanya dengan melalui citra yang positiflah mereka akan mampu menjaga popularitas, likeabilitas dan elektabilitas.
Hanya saja pembangunan citra positif tersebut tentunya harus dilakukan secara strategis, taktis, dan etis. Jika salah satunya terabaikan maka pencitraan yang dilakukan bisa sia-sia bahkan menjadi blunder yang menghancurkan.
Boleh jadi itulah yang terjadi pada Bupati Klaten, Sri Mulyani kali ini. Bupati yang sekaligus juga menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kabupaten Klaten tersebut tiba-tiba dituduh telah menyalahgunakan bantuan penanganan wabah Covid-19 dengan memanfaatkannya sebagai media kampanye pencitraan dirinya.
Bahkan bukan hanya di ranah lokal semata, tudingan negatif tersebut telah merebak secara nasional dan sempat menjadi trending topik platform sosial media twitter. Hal itu terjadi setelah ada warganet yang memposting foto bantuan hand sanitizer dari kementerian sosial yang ditimpa dengan stiker wajah sang bupati. Sontak Bupati Sri Mulyani langsung menjadi tenar seperti yang diharapkan.
Sebenarnya maraknya kampanye pencitraan yang dilakukan oleh Bupati Klaten ini memang beralasan untuk dilakukan. Sebentar lagi Kabupaten Klaten akan menggelar kembali pemilihan kepala daerah sebagai agenda Pilkada Serentak 2020 yang telah ditetapkan pemerintah. Dan di situ Sri Mulyani akan kembali berlaga sebagai petahana (incumbent) untuk merebut kembali kursi Bupati Klaten yang sekarang ini telah didudukinya.
Untuk keperluan itu, Sri Mulyani telah melakukan kampanye pencitraan yang cukup masif dan intensif. Begitu intensifnya sampai-sampai masyarakat menjadi sensitif. Akibatnya, ketika ada pemicu yang tersulut, maka ketidaknyamanan masyarakat atas pencitraan intensif yang dilakukan Sri Mulyani pun menjadi terbakar dan meledak tak karuan.
Ibarat minum obat kuat untuk memenangkan pertarungan di ranjang Pilkada 2020, Bupati Sri Mulyani minum obat kuat terlalu banyak, sehingga memgalami overdosis dan justru mengakibatkan dirinya menjadi kritis sebelum pertarungan itu sendiri dilaksanakan.
Kritik-kritik pedas dari masyarakat terlontar begitu liar, sehingga membuat tabungan pencitraan yang telah dibangun selama ini menjadi porak poranda tak karuan. Kok bisa overdosis?
Memang apa saja kampanye pencitraan yang dilakukan oleh Sri Mulyani selama ini?
Berdasarkan ghibah warganet yang meruak di dunia sosial media, ada banyak rekam jejak kampanya pencitraan yang dilakukan Ketua DPC PDIP Klaten ini yang dirasa keterlaluan. Di antaranya adalah branding foto Sri Mulyani pada produk beras yang diproduksi oleh Agro Techno Park (ATP) Klaten dari hasil kerjasama dengan Batan. Kasus branding ini dianggap masyarakat sangat tidak pantas karena itu adalah produksi pemerintah yang seharusnya tak bisa dibranding secara pribadi.
Warganet juga mengeluhkan bahwa hampir di semua lini dinas kecamatan, kelurahan, setiap sosialisasi informasi maupun bantuan ke masyarakat selalu harus menyertakan foto sang bupati. Bahkan buku sekolah anak-anak yang notabene merupakan program dari dinas pendidikan juga harus dihiasi dengan foto Ibu Bupati.
Sri Mulyani juga dianggap tidak peka ketika dirinya selalu terlihat narsis di tengah kondisi krisis akibat pandemi Covid-19 sekarang. Ketika banyak pemerintah daerah membuat website atau microsite info center perkembangan Covid-19, lagi-lagi website info center Covid-19 kabupaten kembali dihiasi dengan foto ibu Bupati. Apalagi ketika bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat juga dihiasi dengan branding foto narsis Ibu Bupati mulai dari tas kresek, goody back, masker, beras, kardus dan terakhir yang paling heboh hand sanitizer.