Pendidikan adalah proses humanisasi (memanusiakan manusia). Artinya pendidikan seyogyanya dapat membantu peserta didik untuk mencapai kematangan dan kedewasaan jasmani dan rohani, sehingga peserta didik dapat menjadi manusia yang paripurna (manusia seutuhnya) baik dari aspek kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sikap (Sumantri, 2015). Hal ini berarti, fungsi pendidikan tidak hanya meningkatkan kecerdasan intelektual saja namun kecerdasan emosional peserta didik juga harus dikembangkan.
Emotional intelligence (kecerdasan emosional) merupakan sesuatu yang tidak dapat diwariskan tetapi dapat dilatih dan dikembangkan pada diri seseorang melalui pendidikan (Shapiro, 1997) Untuk itu, sekolah perlu mengembangkan kecerdasan emosional peserta didik. karena kecerdasan emosional memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat (Kurniawan, 2013:32) yang mengatakan bahwa kecerdasanemosional merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk menyongsong masa depan karena dengan kecerdasan emosional seseorang akan berhasil dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademik. Kecerdasan emosional memiliki dua unsur penting yaitu empati dan kontrol diri (Khodijah, 2014: 146) empati artinya dapat merasakan perasaan orang lain terutama ketika orang lain dalam keadaan malang, sedangkan kontrol diri adalah kemampuan mengendalikan emosi diri sehingga seseorang dapat bersikap dan berprilaku yang dapat diterima oleh orang lain.
Emosi berperan besar dalam perkembangan anak, baik pada masa bayi, prasekolah bahkan pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya karena berpengaruh terhadap prilaku anak. Setiap anak memiliki kebutuhan emosional diantaranya kebutuhan untuk dicintai, dihargai, merasa aman,merasa kompeten serta kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi secara optimal. Pada usia 5-6 tahun. Pada usia ini, anak mulai mempelajari kaidah serta aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Dalam hal ini anak mulai memiliki kemampuan menjaga rahasia yang berarti anak dituntut memiliki keterampilan menyembunyikan informasi. Pada usia 6 tahun, pemahaman anak mengenai konsep emosi lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan kesedihan serta kehilangan. Namun anak masih kesulitan dalam menginterpretasi emosi oranglain.Pada tahap ini, anak memerlukan pengalaman cara mengatur emosi yang memiliki kapasitas mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional ketika munculnya emosi-emosi yang kuat. Pada usia 7-8 tahun, perkembangan emosi anak telah terinternalisasi rasamaludan bangga. Anak sudah mampu mengungkapkan konflik emosi yang di alaminya. Pada usia 9-10 tahun, anak sudahmampu mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan mampu merespondistress emosional yang dialami oleh orang lain. selain itu anak sudahmampumengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak mempelajari penyebabkesedihan dan ketakutannya sehingga anak belajar beradaptasi untuk mengontrol emosi (rasa takut dan sedih) yang dialaminya. Dalam proses belajar anak selalu membutuhkan dukungan baik dari keluarga dan lingkungan sekitar, Karena sangat mempengaruhi anak didik dalam membentuk karakter emosional seperti amarah, rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, keingintahuan dan kegembiraan yang baik sehingga nantinya akan mencapai tujuan yang akan perlukan ketika proses belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H