Lihat ke Halaman Asli

Rohimah Nurbaeti

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Krisis Pengangguran antara Gelar dan Pekerjaan: Generasi Muda Indonesia Terjebak antara Harapan dan Realita

Diperbarui: 15 Desember 2024   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


 
Pendidikan adalah salah satu pilar utama yang diyakini dapat membuka jalan bagi kesuksesan. Setiap tahun, ribuan lulusan perguruan tinggi di Indonesia memasuki dunia kerja dengan harapan yang tinggi. Mereka percaya bahwa dengan gelar sarjana yang mereka genggam, mereka akan mampu mendapatkan pekerjaan yang layak dan mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. Namun, kenyataan yang mereka hadapi seringkali jauh berbeda dengan ekspektasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun jumlah lulusan perguruan tinggi meningkat setiap tahunnya, tingkat pengangguran di kalangan sarjana tetap tinggi. Pada 2024, lebih dari 7 juta orang di Indonesia yang menganggur, sebagian besar berasal dari kalangan muda. Mengapa hal ini terjadi? Apa yang sebenarnya menjadi penyebab pengangguran yang terus menghantui generasi muda Indonesia?

Salah satu masalah utama yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda Indonesia adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, sektor-sektor industri yang berkembang, seperti teknologi digital, ekonomi kreatif, dan industri berbasis otomatisasi, semakin membutuhkan keterampilan praktis dan teknis yang lebih spesifik. Namun, banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang masih terjebak dalam sistem pendidikan yang lebih berfokus pada teori dibandingkan dengan penguasaan keterampilan yang dapat langsung diterapkan di dunia kerja.

Kondisi ini menciptakan gap yang besar antara apa yang dipelajari di bangku kuliah dan apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Banyak lulusan yang merasa telah menguasai segala sesuatu yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan, namun kenyataannya mereka tidak memiliki keterampilan yang relevan dengan pekerjaan yang ada. Bahkan sektor-sektor yang dulu menjadi tumpuan pekerjaan, seperti manufaktur dan layanan umum, kini semakin mengutamakan teknologi dan sistem otomatisasi yang tidak diajarkan di sebagian besar perguruan tinggi. Dengan kata lain, lulusan perguruan tinggi Indonesia sering kali tidak siap untuk memasuki dunia kerja yang terus berkembang.

Selain itu, kesenjangan antara jumlah lulusan perguruan tinggi dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada juga memperburuk situasi pengangguran ini. Setiap tahun, lebih dari 700 ribu lulusan baru memasuki pasar tenaga kerja, namun jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia tidak dapat menampung semua pencari kerja tersebut. Banyak perusahaan yang lebih memilih kandidat dengan pengalaman kerja lebih, sementara lulusan baru, yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya, harus bersaing ketat untuk mendapatkan posisi yang terbatas. Hal ini menyebabkan banyak lulusan terpaksa terjebak dalam kondisi pengangguran yang lama, menunggu kesempatan yang sesuai.

Selain masalah ketidaksesuaian keterampilan dan ketimpangan jumlah lulusan dengan lapangan pekerjaan, ada faktor lain yang turut memperburuk pengangguran, yaitu ekspektasi yang terlalu tinggi dari generasi muda terhadap pekerjaan pertama mereka. Banyak lulusan perguruan tinggi yang merasa hanya layak bekerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi dan posisi yang prestisius. Padahal, kenyataan di pasar kerja sering kali mengharuskan mereka untuk memulai dari posisi yang lebih rendah atau di sektor yang tidak sesuai dengan jurusan mereka. 

Ketidakmauan untuk menerima kenyataan ini dan terus mencari peluang kerja yang sesuai dengan ekspektasi mereka justru memperburuk tingkat pengangguran. Banyak dari mereka yang menunggu kesempatan yang sempurna, padahal peluang yang ada bisa saja datang dari posisi atau sektor yang lebih kecil.

Selain itu, perkembangan pesat teknologi juga menjadi tantangan besar bagi para lulusan perguruan tinggi. Banyak pekerjaan yang dulu dianggap stabil kini telah tergantikan oleh teknologi atau otomatisasi. Sebagai contoh, pekerjaan di bidang manufaktur, logistik, atau administrasi semakin banyak yang digantikan oleh mesin dan sistem berbasis komputer. Banyak generasi muda yang tidak memiliki keterampilan yang relevan dengan teknologi yang semakin berkembang ini. Tanpa kemampuan dasar dalam coding, analisis data, atau penggunaan perangkat lunak canggih, mereka akan kesulitan untuk bersaing dalam pasar kerja yang semakin didominasi oleh teknologi.

Masalah pengangguran di kalangan generasi muda Indonesia adalah isu yang kompleks dan membutuhkan perhatian dari semua pihak pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor industri. Untuk mengatasi pengangguran yang terus meningkat, perlu ada reformasi dalam sistem pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Pendidikan harus mampu mempersiapkan mahasiswa dengan keterampilan praktis yang sesuai dengan perkembangan industri. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan pekerjaan, seperti insentif bagi perusahaan yang mau merekrut lulusan baru dan program pelatihan keterampilan.

Namun, tidak hanya pemerintah yang harus bertindak. Generasi muda juga perlu mengubah pola pikir mereka terkait karier dan pekerjaan. Mereka harus siap untuk beradaptasi, belajar keterampilan baru, dan memahami bahwa kesuksesan tidak datang dalam bentuk yang instan. Mereka harus lebih fleksibel dalam mencari peluang kerja dan tidak terjebak pada ekspektasi yang tidak realistis.

Jika semua pihak bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan keterampilan dan penciptaan pekerjaan, Indonesia dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih berkelanjutan bagi generasi mudanya. Hanya dengan cara ini kita dapat mengatasi masalah pengangguran yang terus menghantui generasi muda Indonesia dan memberikan mereka peluang yang layak untuk meraih impian mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline