Lihat ke Halaman Asli

rokhani

tan kendhat nyuwun mring gusti

Demonstrasi, Sebuah Simpang Jalan Antara Provokator dan Tujuan

Diperbarui: 25 September 2019   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melihat berbagai peristiwa yangterjadi beberap waktu terakhir yang dipenuhi dengan berbagai berita demonstrasi, saya teringat bagaimana demonstrasi akan bisa berubah jadi anarkis saat tak ada bisa mengendalikan keadaan. Para tokoh pendemo harusnya bisa memegang kendali sehingga ia harus bertanggung jawab pada pendemo. Itu salah satu tanggung jawab yang harus dilakukan dengan baik.

Ketika tahun 1998 saya masih menjadi mahasiswa di IKIP Semarang (Sekarang universitas Negeri Semarang) ikut terlibat dengan menggerakkan mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa saat  kita mendengar ada mahasiswa Trisakti yang meninggal dunia terkena tembakan peluru tajam. 

Setelah beberapa hari berjalan mimbar bebas di kampus lalu kami mendaulat Rektor IKIP untuk ikut serta. Betapa kami bahagia saat beliau mau memberikan dukungan dengan mengatakan mahasiswa harus ALL OUT dalam perjuangannya. Namun, beliau juga berpesan jangan sampai perjuangan dengan niat baik disusupi oleh provokator.

Maka saat kami menggerakkan mahisswa dari Kampus IKIP di Sekaran, Gunung Pati untuk melakukan long march ke Gedung DPRD di Kota Semarang kami sangat berhati hati dengan pesan rektor tersebut.

Kami mengingatkan agar jangan sampai ada orang yang tidak dikenal masuk dalam barisan. kami sadar bawa long march itu dilakukan oleh lebih dari seribu orang. Maka kami bagi beberapa orang untuk selalu mengingatkan agar jangan sampai disusupi provokator. 

Kami sadar perjalanan menempuh jarak lebih dari 10 km dengan berjalan kaki tentu bukan hal yang mudah. Semua lelah dan haus . Laparpun kami harus kami tahan.

Nah, saat itu kami melewati jalan umum yang juga rute transportasi umum yang juga sangat sibuk. Secara otomatis, kami menyita waktu para pengemudi.

Di sini para koordinator bertugas untuk membuat semua bisa berjalan baik. Selama perjalanan inilah yang rawan disusupi oleh provokator.

Jika ada provokator yang masuk dan kemudian melempar batu ke suatu objek maka bisa jadi demonstrasi dan unjuk rasa akan berlangsung ricuh atau bahkan rusuh. 

Di sini dituntut kepemimpinan korlap.  Berkat kesadaran semua pihak, mulai dari mahsiswa, pengguna jalan dan pengemudi yang ikut merasakan apa yang kami suarakan maka perjalanan demo bisa kami lalui dengan baik.  Bahkan, setelah orasi dan selesai unjuk rasa kami diberi tawaran tumpangan truk Dalmas dari kepolisian.  Semua bisa berjalan dengan baik dan tertib.

Sedikit berbeda dengan demo yang tidak bisa dikendalikan. ini biasanya dipengaruhi oleh koordinator lapangan yang kurang bisa mengendalikan peserta. Biasanya tidak ada kesepakatan awal yang baik sehingga demo berlangsung liar dan tanpa fokus yang jelas. Dalam keadaan begini biasanya pihak-pihak yang ingin menangguk keuntungan akan mudah masuk. Masuknya provokator tak bisa dihindari dan bisa menjadi pemicu kerusuhan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline