Lihat ke Halaman Asli

Rohadatul Aisy A

Mahasiswa PBSI UMS

Suka Duka Lebaran di Kampung Halaman

Diperbarui: 9 Mei 2023   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Raya Idul Fitri selalu mempunyai ciri khas dan suasana yang beda , salah satunya yaitu mudik. Banyak perantau yang sudah memesan tiket jauh-jauh hari, supaya tidak kehabisan tiket untuk mudik ke kampung halaman mereka masing- masing. Para perantau ada yang menggunakan transportasi darat, udara, maupun air. Sehingga kota- kota besar seperti Jakarta mendadak sepi penghuninya.

Momen yang paling dirindukan saat pulang kampung adalah berkumpul bersama keluarga. Namun, berbeda rasanya ketika pemerintah mengeluarkan larangan untuk mudik. Lebaran terasa sepi, tidak bisa berkumpul dengan keluarga di kampung.

Tidak ada yang lebih hangat dari pelukan seorang ibu. Sedewasa apapun seorang anak, ia selalu merindukan hangatnya ibu tercinta. Pelukan hangat yang saat itu tidak bisa dilakukan, karena seorang anak harus mengadu nasib di kota lain. Itulah yang dirasakaan Mega Suryaningsih (38 th).

"Sejak kecil saya lebih dekat dengan ibu saya karena ayah saya terlalu sibuk bekerja. Saya biasanya mudik ke Sragen di Jawa Tengah bersama keluarga saat lebaran", ucap Mega Suryaningsih (38 th).

Sosok ibu sungguh berharga bagi sang anak, ibu juga yang mengajarkan arti sukses memasuki kota perantauan. "Saya pikir ibu saya adalah orang paling bijak yang pernah saya kenal, seperti ayah saya, yang selalu mengajari untuk tidak melawan siapa pun yang memperlakukannya dengan buruk. Sangat berbeda denganku yang terkadang masih menuruti egoku. Tahun demi tahun semakin menua ibu dan ayahku, tapi aku merasa belum membahagiakan mereka atau membayar jasa mereka. Saya selalu melakukan yang terbaik agar upayanya untuk menyekolahkan saya ke universitas tidak sia-sia" ucap Mega Suryaningsih (38 th) dengan wajah sedih dan mata yang berkaca- kaca.

Mega tidak pernah mengatakan kepada ibunya secara langsung bahwa dia adalah salah satu orang yang paling saya kagumi. Namun, Mega berdoa agar ibunya selalu sehat dan melihatnya mencapai impian dan cita-citanya.

Meski terkadang omongan yang tumpah membuat anak mudah tersinggung dan marah. Namun di balik percakapan tersebut, Ibu menaruh banyak perhatian pada sang anak. Kemarahanmu tidak meluap dengan kemarahan, tetapi dengan cinta, agar anakmu tetap menjadi anak yang penurut dan berbudi luhur.

Entah bagaimana lelahnya untuk selalu mengingatkan dan memberi nasihat kepada anaknya ketika dia merasa tidak percaya diri dengan kehidupannya. Dengan tidak mengeluh lelah, Ibu akan mengajarkan kepada anak arti sabar, dan ikhlas dalam hidup. Idul Fitri yang berarti kembali ke fitrah, inilah arti sebenarnya. Idul Fitri digunakan untuk menggabungkan fashion, makanan dan minuman dengan beberapa gaya. Momen Idul Fitri juga dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai hari berkumpulnya sanak saudara. Hari semua orang berjabat tangan jatuh di depan kedua orang tua untuk bertanya dan meminta maaf atas kesalahannya.

"Tahun 2021, saya merayakan lebaran di kota tempat saya bekerja  untuk kedua kalinya. Yang pertama tahun 2020 saat saya berada di Jakarta. Dan yang kedua kalinya saya juga berada di kota Jakarta, karena dilarang mudik pemerintah karena Covid-19. Ucap Mega Suryaningsih (38 th).

Sunyi, sepi dan sedih. Semua kios makanan tutup. Air mata mengalir di pipinya saat dia makan mie instan. Pikirannya mengembara saat membayangkan sebuah pesta di kampung halaman. Rumahnya pasti penuh, juga menggunakan momen lebaran untuk perayaan keluarga.

Itu menjadi momen yang diharapkan setiap tahun setelah mengumpulkan dana pendapatan tahun ini yang dikubur sementara di ibu kota bersama keluarga dan kerabat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline