Lihat ke Halaman Asli

Wabah Pencucian Otak Mahasiswa Oleh : Rofiqi*

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus pencucian otak yang dilakukan terhadap beberapa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang disinyalir dilakukan oleh kelompok NII (negara Islam Indonesia). Upaya yang dilakukan dengan cara doktrinisasi ideologi.

Doktrinisasi memang alat yang ampuh untuk melakukan proses penggiringan massa. Hal ini dikarenakan doktrin dari ideologi tertentu dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang sehingga secara tidak sadar seseorang tersebut cenderung untuk mengikuti dan membelanya. Bahkan, bisa jadi diperbudak oleh ideologi tersebut.

Sangat disayangkan ketika produk ideologi yang dilancarkan berupa paham-paham yang tak sesuai dengan visi keragamanan Indonesia. Ideologi yang didoktrinkan kepada para mahasiswa UMM tersebut berupa pendirian negara Islam. Uang yang diminta kepada mahasiswa dijustifikasi sebagai bentuk pengorbanan dari seorang anggota negara Islam. Tidak peduli cara dalam memperoleh uang. Berbohong pada orangtua pun diperbolehkan.

Hal yang memang sangat naïf karena yang menjadi korban adalah mahasiswa. Yakni, sekelompok elit intelektual muda bangsa yang memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan bangsa Indonesia yang berideologikan Pancasila. Naïf karena mahasiswa dengan kapasitasnya sebagai elit intelektual harus tertipu dengan paham-paham yang bisa mengoyak keutuhan NKRI.

Ada beberapa hal yang menjadi sebab keberhasilan pencucian otak. Pertama, kurangnya pemahaman terhadap wacana keislaman. Bisa jadi kurangnya pemahaman terhadap wacana keislaman dilatarbelangi dari pendidikannya. Artinya, ketika SMA tidak mendapatkan pengayoman pengetahuan keagamaan yang luas.

Alhasil, ketika memasuki dunia mahasiswa terdapat hal yang belum pernah di ketahuinya. Mengutip pendapatnya Hasim Muzadi (mantan Ketua PBNU), mahasiswa yang berada di perguruan tinggi umum cenderung memiliki pemikiran tradisional, sedangkan mahasiswa yang berada di UIN atau IAIN cenderung mengikuti alur pemikiran liberal.

Dalam kasus yang menimpa beberapa mahasiswa UMM, jelas hal tersebut tak bisa dikatakan bahwa kampusnya beralur pemikiran modern ataupun tradisonalis. Karena di kampus tersebut ada jurusan yang memang tidak berkaitan dengan wacana keislaman. Oleh karena itulah, background jurusan dari para mahasiswa yang menjadi korban bisa jadi merupakan faktor kurangnya wawasan keislaman.

Kedua, kondisi pemuda atau mahasiswa yang masih labil. Mahaiswa berada dalam tahap pencarian jati diri. Dalam hal ini, dunia mahasiswa memiliki aneka ragam ideologi dan pengetahuan. Mahasiswa melakukan pencarian jati diri dan petualangan intelektualnya dengan wadah diskusi-diskusi kelompok kecil ataupun di warung kopi. Celah inilah yang dilihat oleh para pelaku. Mereka melakukan pencucian otak dengan cara berdiskusi dengan para korban.

Krisis multidimensi yang menjadi permasalahan bangsa dan tingkah polah elit pemerintah yang semakin tak memihak kepada rakyat tentu memiriskan mahasiswa. Di tengah kegalauan terhadap kegagalan bangsa Indonesia, pemuda kampus atau mahasiswa memiliki naluri yang sangat membuncah untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa yang konstruktif. Alhasil, doktrinisasi pembentukan NII sebagai solusi dari keterpurukan bangsa menjadi mudah diadopsi tanpa adanya telaah kritis terlebih dahulu.

Padahal, dalam historisitas kehidupan umat Islam di masa lampau, tak ditemukan adanya negara Islam. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun tak menyebutnya kota Madinah sebagai negara Islam. Warisan Islam dalam pemerintahan masa lampau hanyalah nilai-nilai Islam itu sendiri. Hidup berdampingan antarumat beragama, menekankan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dan menggunakan jalur musyawarah dalam penentuan suatu kebijakan.

Banyaknya kelompok Islam di Indonesia memang sedikit membingungkan bagi kelompok pemuda atau mahasiswa di tengah kebutuhan mereka untuk mencari pegangan hidup. Kelompok liberalisme, fundamentalisme, maupun tradisionalisme gagal memberikan kepada genarasi muda visi keislaman yang menyejahterakan dan memberikan kedamaian. Kelompok pemuda justru terjebak pada paham-paham kelompok tersebut dan terkotak-kotak. Padahal, kelompok-kelompok Islam yang ada di Indonesia memilikihidden agenda, yakni hanya bertarung untuk menjadikan kelompoknya berkuasa. Baik berkuasa secara wacana maupun secara struktur.

Tentu hal lain yang menjadi keberhasilan daribrainwashing ini adalah kelihaian sang aktor. Baik dalam tutur katanya maupun sikapnya. Hal ini dikarenakan wacana pembentukan negara Islam bukan hal baru lagi. Tentu metode diskusi dan penjelasannya sangat luas sehingga mampu menghipnotis para korban.

Oleh karena itulah, guna meminimalisasi terjadinya pencucian otak kepada mahasiswa salah satunya adalah peningkatan fungsi dan peran dari organisasi ekstrakampus. Organisasi seperti HMI, GMNI, IMM, PMII, dan KAMMI adalah tempat para generasi muda menempa diri. Organisasi-organisasi tersebut telah terbukti menyumbangkan SDM dan pemikiran keislaman-kebangsaan yang relevan dengan Pancasila.

Meneguhkan kembali pemikiran-pemikiran progresif yang bervisi keindonesiaan adalah hal yang perlu dilakukan. Selain itu, mendidik kader-kadernya dan menjadikan kader-kadernya sebagai agen-agen intelektual untuk menyebarkan gagasan kepada mahasiswa yang lain. Sudah saatnya sikap pragmatisme politik yang saat ini menimpa organisasi ekstrakampus diakhiri. Kembali kepada sikap idealisme yang sudah lama ditinggalkan adalah solusi cermat untuk membentengi mahasiswa dari pemahaman yang mengoyak keutuhan NKRI.

Selain itu, perlu untuk memasukkan mata kuliah keagamaan di jurusan apapun. Karena bisa jadi wawasan keislaman yang seharusnya disebarkan oleh para agen organisasi ekstrakampus tidak dijalankan. Apalagi, mahasiswa tidak semuanya menempa diri di organisasi ekstrakampus. Sehingga, dengan memberikan mata kuliah keagamaan di setiap jurusan apa pun dapat memberikan pondasi wacana keagamaan bagi setiap mahasiswa. (*)

*Peneliti Muda di Lembaga Nusantara Centre Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline