Kondisi pandemi yang terjadi sejak tahun 2020, memaksa seluruh negara termasuk Indonesia untuk membuat suatu kebijakan untuk mengurangi persebaran virus Covid-19 di dalam negara tersebut. Salah satu kebijakan yang berlaku di Indonesia adalah kebijakan social distancing, yang berakibat pada pekerjaan dan pembelajaran dilakukan dari rumah. Kebijakan ini berubah-ubah seiring perkembangan angka kasus Covid-19 di Indonesia. Awal 2021 sempat terjadi penurunan kasus yang membuat kebijakan menjadi longgar dan pekerjaan kembali dilakukan di kantor dan percobaan sekolah offline. Kemudian pada pertengahan 2021, angka kasus Covid-19 kembali naik dan berakibat pada pemberlakuan kembali kebijakan dan pekerjaan dari rumah.
Kondisi dan kebijakan yang terus berubah-ubah ini membawa dampak yang berbeda pada setiap orang. Bagi sebagian orang yang pandai dalam mengatur waktu, pemberlakuan kegiatan daring membuat mereka lebih fleksibel dalam melaksanakan pekerjaan sehingga produktivitas meningkat. Mereka tidak akan mengalami masalah yang berarti saat terjadi perubahan daring ke luring maupun sebaliknya. Sedangkan bagi sebagian yang lain, melalui metode daring ini membuat mereka kesulitan dalam mengatur waktu yang berakibat pada pengorbanan waktu tidur dan istirahat. Perubahan daring ke luring semakin menambah beban dan kesulitan mereka karena harus beradaptasi lagi dengan kondisi di kantor.
Apa itu Fatigue?
Aktivitas berkepanjangan, berubah-ubah, dan kurangnya waktu istirahat dapat mengakibatkan fatigue atau kelelahan. Dalam buku The Science of Sleep and Workplace Fatigue Technology to Combat Fatigue at Work pengaruh kelelahan terhadap kesehatan mental dan pikiran adalah depresi, membuat kewaspadaan berkurang, lambat berpikir, dan sulit menentukan pilihan. Sedangkan, dampak bagi kesehatan tubuh adalah mengakibatkan tekanan darah tinggi, imun rendah, diabetes, obesitas, maupun penyakit jantung. Kelelahan ini jika dibiarkan secara terus menerus dapat menjadi kelelahan kronis yang membuat seseorang menjadi malas dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Terdapat beberapa tipe kelelahan yang dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu kelelahan transien, kelelahan kumulatif, dan kelelahan sirkadian. Pertama, tipe kelelahan transien disebabkan oleh kekurangan banyak waktu tidur, seperti tidak tidur selama 1 hari atau lebih. Kedua, tipe kelelahan kumulatif disebabkan oleh kekurangan sedikit maupun banyak waktu tidur tetapi terjadi secara berulang. Terakhir, tipe kelelahan sirkadian disebabkan oleh ritme sirkadian tubuh yang mengatur ritme tubuh selama 24 jam, dalam keadaan normal ritme ini secara otomatis membuat kelelahan terutama pada malam hari sekitar jam 2 -- 6 pagi yang merupakan waktu istirahat.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan ritme sirkadian dan apa hubungannya dengan kelelahan?
Ritme sirkadian merupakan serangkaian proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh untuk menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam. Ritme sirkadian mengatur jadwal kerja serta fungsi berbagai sistem dan organ tubuh manusia, seperti suhu tubuh, metabolisme, tingkat siaga, detak jantung, tekanan darah, pola tidur-bangun, kemampuan mental, dan komposisi kimia tertentu pada tubuh. Bagian otak yang mengatur ritme ini adalah hipotalamus
Ritme sirkadian dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti cahaya, temperatur, aktivitas sosial, dan rutinitas kerja atau belajar. Selain itu, jam tubuh akan menyesuaikan dengan siklus tidur seseorang. Perubahan siklus tidur akan mengubah secara keseluruhan ritme sirkadian dan dapat pula mengacaukan fungsi organ-organ tubuh. Hal ini yang membuat siklus tidur menjadi faktor penting yang mempengaruhi ritme sirkadian ini, sekaligus menjelaskan mengapa setiap individu memiliki waktu aktivitas yang berbeda.
Contoh faktor luar tubuh yang berkaitan dengan ritme sirkadian adalah hubungan suhu dengan keinginan tidur. semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin rendah keinginan untuk tidur dan sebaliknya. Contoh lainnya adalah faktor cahaya, pada manusia dan hewan diurnal cahaya akan memicu peningkatan fungsi-fungsi tubuh. Oleh karena itu pada manusia dan hewan diurnal aktif pada siang hari dan non aktif pada malam hari. Sedangkan pada hewan nokturnal, cahaya akan menurunkan fungsi tubuhnya sehingga waktu aktifnya berkebalikan dengan hewan diurnal.
Akibat dari terganggunya ritme sirkadian adalah mengantuk di siang hari saat berpuasa. Hal ini dikarenakan saat tidak berpuasa, seseorang cenderung makan pada sore hari sehingga malamnya terjadi penurunan kadar gula darah dalam tubuh yang menyebabkan timbulnya lelah dan rasa kantuk. Sebaliknya, saat berpuasa orang akan makan pada waktu buka sehingga kadar gula dalam tubuh masih tinggi yang menyebabkan orang terjaga pada malam hari. Kekurangan waktu tidur pada malam hari ditambah kadar gula darah yang menurun pada siang hari akibat tidak adanya makanan yang dikonsumsi setelah sahur akan menyebabkan timbulnya rasa lelah dan kantuk. Kondisi lelah dan kantuk tersebut merupakan salah satu dari gejala fatigue.
Diawal kita sudah membahas mengenai dampak perubahan kebijakan bagi sebagian orang. Hal tersebut juga merupakan akibat terganggunya ritme sirkadian. Sebelum pandemi seseorang terbiasa menjalankan ritme untuk bangun tidur, mandi, melakukan aktivitas, pulang, dan kembali tidur. Namun, setelah adanya pandemi "ritme" tersebut hilang yang menyebabkan pada sebagian orang merasa sulit mengatur waktu. Jika dibiarkan terus menerus maka akan timbul fatigue atau kelelahan.