Lihat ke Halaman Asli

Rame-rame Penyidik Polri Eksodus ke KPK

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13491727241218867979

[caption id="attachment_215867" align="alignnone" width="465" caption="Para penyidik KPK sedang bertugas - pic: republika"][/caption]

Drama perang dingin antara KPK dan Polri ternyata belum mencapai klimak-nya. Bermula dari kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) maka memantik kobaran perang dingin antar kedua institusi penegak hukum. Konon penarikan 20 penyidik Polri dari KPK menjadi salah satu strategi Polri untuk perang urat saraf dengan KPK.

Polemik penarikan 20 penyidik ini telah membetot perhatian publik hampir dalam kurun waktu empat pekan terakhir. Tarik menarik antara KPK dan Polri selalu menghiasi headline berbagai surat kabar nasional maupun daerah. Menurut informasi terakhir dari 20 penyidik yang ditarik Polri dari KPK ternyata yang melaporkan diri ke mabes Polri baru 15 orang. Mereka di antaranya, AKP Ardi Rahananto, Kompol Bhakti Eri Nurmansyah, AKBP Djoko Poerwanto, AKP Ferdy Irawan, Kompol Idodo Simangunsong, Kompol Indra Lutrianto Amstono, AKP Muhammaad Agus Hidayat, AKP Susilo Edy, AKP Wahyu Istanto Bram Widarso, AKBP Muhammad Idram, Kompol John C. E Nababan, AKBP Cahyono Wibowo, dan Kompol Adri Effendi

Sementara tersiar kabar santer ada paling tidak 6 penyidik Polri yang membelot ke KPK, berikut ini keenam nama penyidik yang menolak kembali ke Polri dan memilih di KPK, yaitu: Kompol Idodo Simangungsong masa tugas berakhir 12 September 2012; Kompol Sugiyanto masa tugas berakhir 18 Maret 2012; Kompol Hendrik N Christian masa tugas berakhir pada 18 Maret 2012; Kompol Rilo Pambudi masa tugas berakhir pada 12 September 2012; Kompol Bambang Sukoco masa tugas berakhir 12 September 2012; dan Kompol Rizka Anungnata masa tugas berakhir 12 September 2012.

Bagaikan sebuah lokomotif, terinspirasi oleh pembelotan dari enam penyidik Polri yang lebih memilih menjadi pegawai tetap KPK dan berniat mundur dari Polri ternyata menarik rekan-rekannya yang lain, yang notabene mereka juga sebagai para penyidik Polri yang ditugaskan ke KPK. Gerbong eksodus para penyidik itu terdiri dari 14 penyidik KPK yang juga akan berniat menyusul para rekannya untuk menjadi pegawai tetap KPK dan ingin mundur dari Polri.

Konon ke-14 penyidik ini adalah di luar 20 penyidik yang telah ditarik Mabes Polri. Bahkan masa tugas mereka di KPK juga belum berakhir. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengapresiasi sikap beberapa penyidik yang memilih untuk menjadi pegawai KPK. Menurut Busyro, dalam konstitusi mengatur bahwa seluruh warga negara berhak memilih pekerjaannya. "Itu kami pertimbangkan. Tap kami memang mengapresiasi atas pilihan-pilihan dan nilai. Ini berupa nilai instrinsik. Nilai-nilai luhur yang dipilihnya dan kami sedang mempertimbangkan dari aspek aturannya," ujar Busyro di kantor KPK, Jakarta, Selasa (2/10/2012).

Busyro meyakini bahwa pilihan ini akan jadi pilihan yang sulit. Tetapi saat ini KPK sedang menimbang aspek regulasi kepegawaian penyidik yang memilih menjadi pegawai KPK. Sebab, di saat bersamaan para penyidik ini masih tercatat dalam keanggotaan Polri. "Itulah yang kami pelajari aturannya. Tapi belum bisa diputuskan apakah mengundurkan diri, apakah KPK mengajukan ke sana," ungkapnya. Busyro juga menambahkan informasi bahwa para penyidik ini masih bertugas di KPK. Bahkan ada satu satgas penyidik yang menangani 5 hingga 7 perkara.

Sementara itu beberapa hari sebelumnya Mabes Polri sudah memberikan peringatan yang keras pada anak buahnya yang ada indikasi akan membelot ke KPK. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Agus Rianto menuturkan para anggota kepolisian yang bertugas di luar institusi Polri seperti di KPK sesuai dengan surat perintahnya sebagai penyidik. Jika dalam surat perintah telah habis masa tugasnya, penyidik tersebut tak lagi memiliki kewenangan di KPK. "Apabila surat perintahnya sudah kadaluarsa atau pun habis masa berlakunya, berarti secara secara de jure, yang bersangkutan sudah tidak punya lagi kewenangan penyidikan," kata Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (27/9/2012).

Sebelum pernyataan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Agus Rianto, Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna pun menilai jika tugas penyidik di KPK dapat dinyatakan ilegal jika diteruskan, padahal telah habis masa tugasnya. "Tidak kembali, ya habis masa berlakunya, mau ke mana? Ya silakan, ada prosedurnya. Ya, di sana tidak punya kewenangan, karena tidak punya sisa tugas. Ilegal dong," ujar Nanan.

Kalau melihat fenomena yag terakhir aroma perang dingin ini masih akan panjang untuk mencapai klimaks-nya. Tarik menarik penyidik ini dengan berbagai bunga kotroversinya masih akan menghiasi berbagai kolom media tanah air. Ke depan di samping masalah pemanggilan Irjen Pol. Djoko Susilo dengan status tersangka ke KPK juga secara tidak langsung akan makin memanaskan situasi. Belum lagi masalah misteri Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan logo resmi Mabes Polri tertera tanda tangan Kapolri Jenderal Timur Pradopo selaku pengguna anggaran. Surat bernomor Kep/193/IV/2011 bertanggal 8 April 2011 berisi dua poin: mempertimbangkan dan menetapkan. Ada 11 poin yang tercantum dalam bagian ‘mempertimbangkan’. Ini mengindikasikan bahwa pengadaan simulator SIM ini merupakan program resmi Mabes Polri.

Hal yang sangat menarik untuk dicermati, sebelum Kapolri membubuhkan tandatangannya, ada enam pejabat Mabes Polri yang sudah meneken parafnya, menegaskan bahwa lelang dan penetapan pemenang lelang dalam surat itu sudah sesuai prosedur. Keenam pejabat itu adalah: Kepala Korlantas kala itu, Irjen Djoko Susilo selaku konseptor yang telah menjadi tersangka sejak 27 Juli 2012. Ada juga tanda tangan Kepala Sekretariat Umum (Kasetum) Polri yang dijabat Komisaris Besar Suprayitno; Asisten Bidang Sarana dan Prasarana (Assarpras) Kapolri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam; Asisten Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena) Kapolri, Irjen Pol Pudjianto; Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Pol Fajar Prihantoro dan Wakil Kepala Polri, Komjen Nanan Sukarna. (26/9/2012) – Surabaya Post.

Keberadaan Surat tersebut beserta implikasi aspek yuridisnya diperkirakan akan lebih memanaskan situasi aroma perseteruan antara KPK dan Polri. Hari-hari ke depan publik akan disuguhi sebuah drama kolosal dengan lakon Cicak vs Buaya part II atau sekarang karena cicaknya juga sudah lebih kuat, menjadi lakon Buaya vs Buaya. Kita tunggu saja babak berikutnya dari “kisah” ini......

Sumber berita: gabungan dari bebera media (kompas, detik, vivanews, jppn, rakyat merdeka, sindo, media indonesia, republika, etc)

FB: arofiq aja

Twitter: @rofiq70

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline