Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari ‘Keburukan’ ala Google, Pejabat harus Melek Teknologi dan Jangan Fobia Kritik!

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

"Wah itu rekayasa. Semakin maju teknologi informasi kita, semakin banyak gangguan muncul," kata politisi PD Achsanul Qosasi yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Dia menjelaskan, hendaknya masyarakat tidak mudah percaya begitu saja dengan fenomena itu. "Rakyat harus berhati-hati terhadap hal ini. Jangan mudah percaya," imbuhnya, Senin (28/2/2011) - Detik.

Munculnya fenomena 'Keburukan SBY' ala Google yang kini lagi mewabah dari kancah media jejaring social dan media online, memunculkan sebuah komentar lucu dikalangan Pejabat, terutama yang belum melek Teknologi. Seperti komentar politisi Partai Demokrat Achsanul Qosasi di atas sungguh menggelikan. Dengan lantangnya tanpa mengetahui duduk perkara langsung main tuduh saja, bahwa itu hasil sebuah rekayasa. Saya kira para pejabat kita banyak yang menderita fobia kritik dan kurang melek teknologi, semua hal selalu dipolitiking hasil dari sebuah rekayasa.

Pengertian tentang fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoa atau tikus. Sementara di bayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan (Wikipedia).

Maka dalam konteks pejabat atau politisi yang menderita fobia kritik adalah rasa ketakutan yang berlebihan akan sebuah kritik. Semua kritikan diartikan sebuah upaya yang sistematis untuk menjelek-jelekkan yang akhirnya nanti bermuara pada sebuah pemakzulan (lebih populer disebut impeachment) atau pelengseran. Itulah logika yang dibangun oleh seorang Pejabat atau Politisi yang menderita fobia kritik. Tanpa memandang duduk perkara atau bobot sebuah kritik, bahkan sebuah kritik kecil yang mungkin hanya berbentuk "sindiran" ala Google, ditanggapi dengan nada emosional dan kecurigaan yang berlebihan, bahwa semua itu hasil rekayasa dari musuh-musuhnya SBY atau Partai Demokrat.

Di tengah pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi, khususnya media jejaring sosial dan media online, maka ke depan hendaknya para pejabat atau politisi harus lebih melek Teknologi, serta lebih cerdas lagi dalam menanggapi berbagai fenomena yang ada di masyarakat. Tanpa sebuah pemahaman dan wawasan yang memadai, serta terbukanya hati dan fikirannya untuk lebih bisa menerima kritik. Maka panggung politik kita akan selalu di huni oleh para aktor dan aktris yang naïf serta lugu.....lucu tur wagu.

Twitter: @rofiq70

FB: arofiq aja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline