Lihat ke Halaman Asli

Babak Baru Perseteruan KPI Lawan RCTI

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1291232019391252911

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="kompas.com"][/caption] Ditengah hiruk pikuk opini publik yang disesaki oleh kontroversi pemberitaan seputar Monarki Jogja ala Pak Beye. Ternyata tanpa sebuah liputan media yang luas bahwa perseteruan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lawan RCTI telah memasuki babak baru. Gertakan KPI ternyata bukan hanya sebuah auman macan ompong, namun macan itu kini sudah mengeluarkan taringnya. Tepat pada hari Selasa, tanggal 30 November 2010 seperti terekam dalam hasil reportase Kompas.com (30/11/2010) bahwa KPI akhirnya mengambil sikap tegas terkait kasus program tayangan Silet di stasiun TV RCTI. KPI melaporkan pimpinan RCTI dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ketua KPI Dadang Rachmat Hidayat mengatakan, dalam UU Penyiaran disebutkan bahwa pihak yang harus bertanggung jawab terhadap materi siaran adalah pimpinan dari lembaga tersebut. Dia enggan menyebut siapa pimpinan RCTI yang dilaporkan. "KPI meneruskan laporan atau aduan dari masyarakat tentang program Silet kepada kepolisian," kata Dadang didampingi pengacara KPI, Dwi Ria, seusai membuat laporan di Bareskrim Mabes Polri, Selasa (30/11/2010). Dadang menjelaskan, pasal yang disangkakan adalah Pasal 36 UU Penyiaran tentang Penyampaian Isi Siaran yang Menyesatkan atau Bohong. Barang bukti yang dilampirkan antara lain rekaman siaran Silet pada tanggal 7 November 2010 pukul 11.00-12.00 dan surat-surat aduan masyarakat. "Aduan seribu lebih, baik itu lewat e-mail, SMS," kata dia. Dadang mengatakan, pihaknya tidak terlebih dulu melaporkan perkara itu kepada Dewan Pers sebelum membuat laporan kepada polisi lantaran KPI menilai bahwa Silet bukan produk jurnalistik. "Dan di divisi internalnya pun (Silet) itu masuk di divisi non-pemberitaan," ujarnya. Seperti diberitakan, kasus itu mencuat setelah Fenny Rose, pembawa acara dari program tayangan itu, membuat pernyataan yang kontroversial. Dalam tayangannya, Fenny mengatakan, Yogyakarta adalah kota malapetaka dan pada 8 November 2010 akan ada bencana besar. Pernyataan itu lalu dikecam oleh banyak pihak. KPI lalu memberikan sanksi administrasi kepada Silet, yakni penghentian penayangan sementara hingga pencabutan status Awas Gunung Merapi serta permohonan maaf di media itu dan media cetak. Adapun pihak RCTI sudah menyampaikan permintaan maaf terkait tayangan itu. Masih dari hasil reportase kompas.com (1/12/2010) bahwa Pihak stasiun televisi RCTI mengajukan nota keberatan atas laporan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ke Mabes Polri. KPI mengadukan Direktur Utama RCTI Hary Tanoe Soedibyo dengan sangkaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Pertanggungjawaban Materi Siaran. PihakRCTI menyatakan keberatan atas sikap tegas KPI. "Yang pasti, kami sebagai media takut karena KPI sudah seperti Deppen (Departemen Penerangan) di masa lalu. Kami juga masih dalam proses keberatan," kata juru bicara RCTI, Arya Sinulingga, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (1/12/2010). Arya menilai, pelaporan RCTI berdasarkan alasan bahwa KPI merupakan penyambung lidah masyarakat tidak tepat. "Begini, bagaimana kalau ada 1.000 surat, aduan atau e-mail yang mengatasnamakan masyarakat menuntut stasiun TV lain, apa KPI juga akan memidanakan stasiun tersebut? KPI ini menurut kami sudah seperti Deppen masa lalu. Padahal, KPI adalah lembaga produk reformasi," kilah Arya. Untuk selanjutnya, RCTI akan memenuhi proses hukum. "Karena kami dilaporkan, kami hormati proses hukum dan akan ikuti. Kami sudah masukkan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) bahwa kami bukan keberatan kepada sanksinya, melainkan kepada proses-proses yang dilakukan KPI," ungkap Arya. Opini publik jelas sudah tidak fokus lagi pada isu masalah ini. Apalagi kebiasaan opini publik di Indonesia mudah sekali mengalihkan isu lama pada isu baru hanya dalam hitungan hari. Isu perseteruan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lawan RCTI muncul sejak peristiwa kejadian perkara pada Hari Minggu, tanggal 8 November 2010. Tentu dalam rentang waktu hampir satu bulan ini sudah banyak isu yang lebih hot dibandingkan pemberitaan ini. Celah inilah yang digunakan oleh RCTI sebagai modal utama untuk melawan KPI. Karena publik sudah tidak fokus pada isu masalah ini maka dengan entengnya RCTI mengabaikan sanksi yang diberikan oleh KPI, yakni penghentian penayangan sementara hingga pencabutan status Awas Gunung Merapi serta permohonan maaf di media itu dan media cetak. Adapun pihak RCTI sudah menyampaikan permintaan maaf terkait tayangan itu. Rupanya KPI butuh waktu yang lama untuk merumuskan laporan ke Polisi karena tidak diindahkannya sanksinya pada RCTI. Baru pada hari Selasa, tanggal 30 November 2010 laporan Polisi itu dilaksanakan. Dan RCTI juga tidak kurang akal menghadapi gertakan dari KPI ini. Sebagai sebuah group media yang sangat besar dan berpengaruh dalam pembentukan opini publik, maka RCTI mencoba mengalihkan isu pembangkangan terhadap sanksi KPI ini dengan memunculkan isu bahwa sudah seperti Deppen (Departemen Penerangan) di masa lalu, yang sedikit-sedikit lapor Polisi. Pembelokan dari isu pembangkangan sanksi KPI menjadi isu bahwa KPI telah seperti Deppen (Departemen Penerangan) di masa lalu - masa Orde Baru, dalam konteks ilmu komunikasi benar-benar sebuah pembelokan isu yang canggih. RCTI sadar betul bahwa apa yang diadukan oleh KPI sebenarnya kan mendasarkan pada Opini Publik yang berkembang pada saat itu. Sehingga RCTI mencoba memproduksi isu baru, tentu dengan didukung oleh kekuatan group media yang dia miliki pembuatan sebuah isu baru yang mempengaruhi opini publik akan dengan mudah dilakukan. Dan sekarang pertempuran antara KPI dan RCTI itu yang notabene sudah masuk ke ranah hukum, oleh RCTI dicoba di giring ke ranah opini publik lagi, bahwa tindakan KPI itu berlebihan. RCTI mencoba membangun opini bahwa pada era Reformasi ini institusi Media atau Pers merupakan lembaga yang kebal hukum, jadi menurut opini yang dikembangkan oleh RCTI sebuah kekhilafan dalam pemberitaan cukup dilakukan permintaan maaf dan tidak perlu dibawa ke ranah hukum. Maka sekali lagi bahwa perseteruan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) lawan RCTI telah memasuki babak baru. Publik akan terus memantau bagaimana perseteruan ini akan berujung.........??! Posting terdahulu yang terkait : 'Silet' Tiada Maaf Bagimu......?!! Perihnya Pelecehan KPI ala 'Silet' Rintihan Silet & Senyum Intens.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline