Pagi hari ini, Jumat 9 Agustus 2019, saya menemani Wakil Bupati Sumba Barat Daya, Drs. Ndara Tanggu Kaha bersama rombongannya menuju daerah Samigaluh di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat itu kami didampingi oleh Dr Ir. Martini Patria, Kepala Pusat Pengawasan dan Perbenihan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Setelah menempuh perjalanan dengan kendaraan roda empat sekitar satu setengah jam dari jantung kota Yogyakarta, tempat menginap, kami tiba di puncak pegunungan Suroloyo. Suatu pengalaman perjalanan yang menegangkan namun asyik.
Menegangkan karena jalannya mendaki dengan sisi kiri dan kanannya yang curam. Asyik karena dapat menikmati suasana lingkungan yang hijau dan sejuk sepanjang perjalanan mulai dari perbukitan Menoreh sampai puncak Suroloyo.
Daerah pegunungan tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kecamatan Samigaluh ini, merupakan sentra kopi, cengkeh dan teh. Daerah ini juga merupakan daerah destinasi Agrowisata dan sekaligus Ekowisata yang menarik.
Di puncak pegunungan yang tingginya mencapai 1.100 meter dari permukaan laut ini terdapat kedai kopi yang berukuran kecil. Kedai kopi Suroloyo ini milik kelompok tani setempat yang telah memproduksi kopi jadi setelah mendapat bimbingan dari Balitbangtan dan LIPI.
Di kedai inilah kami menikmati kopi hangat. Di sini kami diterima dan ditemani oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, Ir. Muh Aris Nugroho, MS bersama stafnya.
Saat santai menikmati kopi dilakukan cengkerama dan tukar menukar produk kopi masing-masing. Kopi Sumba dengan trade mark Aroma Kopi Sumba dan Kopi Kulon Progo dengan nama pasarnya Kopi Suroloyo.
Menurut Aris, luas panen kopi di Kulon Progo yaitu 700 hektar. Sementara luas panen kopi di Kabupaten Sumba Barat Daya lebih dari 5.000 hektar.
Dari pengamatan kami di lapangan, tanaman kopi di Kulon Progo masih berusia produktif, tidak tinggi karena dipangkas dan terpelihara cukup baik. Pohon pelindungnya seperti sengon tidak padat.
Sementara di daerah kami umurnya sudah tua, tinggi karena tidak pernah dipangkas dan pohon pelindungnya padat. Mungkin inilah penyebab produksi kopi Sumba Barar Daya rendah.
Perjalanan kami di puncak Suroloyo ini menjadi inspirasi tersendiri untuk melakukan peremajaan dan rehabilitasi tanaman kopi di Kabupaten Sumba Barat Daya.