Sekitar tujuh tahun yang lalu, tepatnya 3 Juni 2012, Menteri Riset dan Teknologi waktu itu, Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, MS, meresmikan Sistem Pembangkit Listrik Fotovoltaik (SPLF) On Grid, terbesar di Indonesia, di Kabupaten Sumba Barat Daya. SPLF dengan kekuatan 0,5 Mega Watt (mw) ini dibangun oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta pada tahun 2011 di atas lahan 2 ha di Desa Billa Cenge, Kecamatan Kodi Utara.
Pembangunan SPLF tersebut, merupakan respon positif BPPT atas salah satu isu pembangunan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada waktu itu (periode 2008 -- 2013) yaitu "Desa Berkecukupan Cahaya". Melalui program ini, pemerintah daerah saat itu sedang gencar-gencarnya mengembangkan Energi Baru Terbarukan yang memanfaatkan kekuatan energi matahari (Pembangkit Listrik Tenaga Surya/PLTS) dan air (Pembangkit Listrik Tenaga Air/PLTA) untuk memenuhi kebutuhan cahaya listrik masyarakat pedesaan, yang belum mampu dilayani oleh PLN dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar solar.
Sambutan positif atas program pemerintah daerah ini, datang juga dari PLN sendiri. PLN meluncurkan program listrik SEHEN, yang menggunakan kaca Solar Cell dengan tiga buah lampu. Program PLN ini sangat diminati oleh masyarakat pedesaan.
Di tengah-tengah berjalannya program pemerintah daerah ini, muncul pula HIVOS (Humanist Institut for Cooperation with Developing Countries), konsorsium 20 negara di Eropa yang berpusat di Belanda, untuk menjadikan Sumba Pulau IKONIS, Sumba Iconic Island, pulau energi terbarukan satu-satunya di dunia, yang menghasilkan energi listrik tanpa asap diesel. Kementerian ESDM juga memberikan dukungan dengan pengembangan Biogas yang bersumber dari limbah kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan untuk penerangan dan menyalakan kompor gas.
Program Desa Berkecukupan Cahaya di daerah ini memang sangat strategis. Dari sisi isu lingkungan sangat ramah, tidak menyumbang polusi yang membahayakan bagi kesehatan. Dari sisi ekonomi, juga sangat efisien, harganya terjangkau dan menolong rakyat kecil pedesaan. Sebab tidak perlu lagi untuk membeli bahan bakar.
Pelaksanaan program Desa Berkecukupan Cahaya di daerah ini boleh dikatakan berhasil. Sampai dengan tahun 2013, pada semua desa di Kabupaten Sumba Barat Daya telah tampak cahaya listrik, yang bersumber dari PLN, SEHEN, SHS, PLTS tunggal dan komunal serta Generator set, dengan jumlah Rumah Tangga (RUTA) yang terlayani lebih dari 22.000.
SPLF Billa Cenge
SPLF Billa Cenge adalah proyek raksasa dari pemerintah pusat. Menelan anggaran puluhan milyar rupiah.
Di dalam lahan sekitar 2 hektar, dibangun 1 gedung besar sebagai pusat kontrol arus listrik tenaga surya. Ada juga dua buah gedung kantor petugas. Sementara di halaman depan gedung terpasang panel-panel kaca surya (solar cell) yang menyita sebagian besar luas lahan yang ada. Keliling lokasinya dipagari dengan rapih.
Pembangunan SPLF ini termasuk sukses. Dapat menghasilkan energi listrik yang berasal dari tangkapan cahaya matahari.
Namun sejak diresmikan oleh Menristek dan diserahterimakan kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan PLN, SPLF Billa Cenge ini hanya bisa bermanfaat untuk memberikan penerangan di lokasinya sendiri. Artinya, energi listrik yang diproduksinya belum bisa dinikmati oleh masyarakat umum di sekitarnya.