Lihat ke Halaman Asli

Rofinus D Kaleka

TERVERIFIKASI

Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Upacara Penguburan di Sumba, antara Simbol Duka dan Pesta Adat

Diperbarui: 10 Maret 2018   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Seorang wisatawan asal Australia, Mr Lukas, didampingi oleh David Ra Mone, seorang guide putra Kodi, menghadiri upacara penguburan alm. Stefanus Gheru Kaka, di Desa Homba Karipit, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Selasa 5 Maret 2018. Mr Lukas sedang cuti libur. Menurut pengakuannya, ia bekerja di kapal minyak.

Hari itu, seharusnya Mr Lukas dan David, mengunjungi beberapa destinasi pantai dan desa adat atau kampung adat di wilayah Kodi. Tapi karena David mempunyai hubungan keluarga dekat dengan keluarga duka dan menurut tata tradisi adat, tidak baik kalau tidak menghadiri upacara penguburan, maka setelah dirundingkan dengan Mr Lukas, mereka berdua memutuskan untuk menghadiri upacara penguburan tersebut.

dokumentasi pribadi

Disambut gong, tambur, dan tarian

Ketika memasuki tenda duka, Mr Lukas disambut dengan bunyi gong, tambur dan tarian. Setelah melayat sebentar di dalam ruangan persemayaman almarhum, Mr Lukas, duduk di antara banyak orang yang hadir di bawah tenda duka di halaman rumah keluarga yang berduka. Di tempat ini, ia berbincang-bincang dengan guide di sisi kirinya dan Gidion Katupu, seorang tokoh masyarakat, di samping kanannya. Saya sendiri duduk hanya selang dua kursi dari sisi kiri guide-nya, yang pernah mengenyam pendidikan di negara Kanguru itu.

Meski Mr. Lukas asyik berbincang dengan kami, ia rupanya tetap memperhatikan bagaimana keluarga duka menyambut rombongan tamu lainnya yang datang melayat.

dokumentasi pribadi

"David, mengapa rombongan yang datang hanya membawa kain tenun panjang, tidak disambut seperti kita tadi?" tanya Mr. Lukas kepada David. Sangat wajar ia bertanya demikian, karena jika ada rombongan yang melayat yang membawa hewan seperti babi, kuda dan kerbau, disambut dengan bunyi gong, tambur dan tarian.

"Begitulah adat di sini. Hanya yang membawa hewan saja yang disambut khusus, secara gembira, dengan bunyi gong, tambur dan tarian," jawab David memberi penjelasan.

dokumentasi pribadi

"Mengapa saya tadi disambut dengan bunyi gong, tambur dan tarian, padahal hanya membawa amplop seadanya?" lanjut Mr Lukas.

"Ohhh, Anda adalah tamu di sini. Tamu yang dianggap agung. Keluarga duka merasa gembira dan terhormat, karena Anda bisa menghadiri upacara penguburan keluarga mereka," jelas David. Mr Lukas menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia sudah berusaha memahaminya.

Pesta adat

Kematian atau orang meninggal, di mana pun di dunia ini, adalah peristiwa duka. Prosesi persemayaman dan penguburannya diliputi suasana berkabung. Di Sumba pun demikian juga. Namun memang ada keunikannya tersendiri. Bahkan bisa dikatakan juga antagonis.

Mengapa demikian? Karena suasana di rumah duka di Sumba, tak ubahnya seperti penyelenggaraan pesta adat.

dokumentasi pribadi

Selama mayat orang yang meninggal disemayamkan di rumah duka, suasananya unik. Ada tangis, ada doa dan sekaligus juga ada tawa ria. Singkatnya ramai. Siang dan malam ada bunyi musik tradisional, gong, tambur, dan bedug, serta tarian. Tuan duka menjamu para tamu yang datang melayat ke rumah duka, dengan sirih-pinang, kopi, teh dan makan dengan lauk daging (minimal daging babi).

Mayat orang meninggal disemayamkan sekitar tiga sampai satu mingggu. Selama itu juga, tuan duka memberikan pelayanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline