Bila memang sudah waktunya ... Tak kusangka. Juga tak kuduga. Tak kutolak juga. Sebuah kesempatan indah datang menghampiri dan membawaku menginjakkan kaki di Kota Pontianak. Salah satu kota impian di timur Indonesia.
Hanya sehari saja kesempatanku di Pontianak. Saya tiba menjelang malam. Lalu menginap di sebuah hotel, tepatnya di jantung kota Pontianak. Esok harinya mengikuti kegiatan dan malam hari sudah harus berada di Denpasar melalui Jakarta.
Di antara kesibukan siang itu, saat istirahat siang, merupakan kesempatan emas yang bisa saya manfaatkan sebaik mungkin untuk mengunjungi Tugu Katulistiwa atau Equator Monument. Dengan angkutan umum perkotaan, bukan taksi, secara diam-diam saya menuju ke tempat bersejarah tersebut. Hanya dalam waktu sekitar 30 menit, saya sudah tiba di tempat tujuan dengan mudah.
Tugu bersejarah tersebut terletak di Jalan Khatulistiwa, Kecamatan Pontianak Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Jaraknya dari pusat Kota Pontianak ke arah kota Mempawah, hanya sekitar 3 km.
Saat itu sudah sekitar pukul 12.00 waktu Pontianak. Cerah dan cukup panas serta silau ketika menengadah mengamati menara Katulistiwa yang kokoh itu. Di bawah menaranya terdapat museum mini, yang menyimpan sejarah tentang eksistensi Tugu Katulistiwa. Kita bisa mendapatkan informasi tentang sejarahnya dengan mudah melalui prasasti-prasasti yang ada di dalam museum. Atau bisa juga bertanya kepada petugas yang menjaga museum.
Di sekitar museum tersebut ada beberapa kios dan warung. Saya sempat membeli oleh-oleh, kaus dan gantungan kunci serta dompet bergambar tugu katulistiwa di tempat tersebut.
Tugu Katulistiwa tersebut cukup ramai saat itu. Maklum ia bukan sekadar tempat bersejarah lagi tapi sudah menjadi Ikon Pariwisata Kota Pontianak.
Jika Anda sempat ke Pontianak, sempatkanlah dirimu menginjakkan kakimu di Tugu Katulistiwa. Bukan sekadar untuk berwisata saja tapi dapat membuktikan ilmu sejarah geografi yang pernah Anda pelajari.
Terus terang, walau hanya sejam berada di lokasi Tugu Katulistiwa, saya sungguh-sungguh bangga. Indonesia menyimpan sejarah yang unik justeru di pulau Borneo.
Rofinus D Kaleka *)