Lihat ke Halaman Asli

Rofinus D Kaleka

TERVERIFIKASI

Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Pers Daerah di Sumba, Bersemangat dalam Keterbatasan

Diperbarui: 9 Februari 2018   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: www.maxmanroe.com

 

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa hari ini, 9 Februari, bagi kita bangsa Indonesia adalah momentum istimewa bagi dunia Pers di tanah air.  Kita mengenalnya sebagai hari besar nasional yaitu Hari Pers Nasional. Setiap tahun selalu kita memperingatinya dengan sangat baik.

Berkaitan dengan momentum tersebut, saya ingin mengungkapkan kondisi dinamika kehidupan dan perkembangan Pers Daerah, khususnya di wilayah Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sejak era reformasi 1998, kehidupan pers di Indonesia makin leluasa. Bukan saja pada aras nasional tetapi juga di daerah-daerah. Tak terkecuali juga kami di daratan Pulau Sumba.

Di Sumba sendiri, sejak akhir 1990-an sampai sekarang ini, kehidupan pers daerah boleh dibilang sangat bersemangat. Bahkan seperti berapi-api.

Dalam catatan saya, beberapa media massa, baik cetak maupun elektronik (radio dan media on-line) cukup banyak jumlahnya untuk ukuran Sumba, pulau yang termasuk kecil dan terletak di udik pinggiran selatan Indonesia. Surat Kabar Mingguan, yang pernah terbit, diantaranya yaitu Sumba Pasola, Waingapu Pos, Suara Sabana, Pelita Kasih, Tarung, Tambur, Umma Kalada, Gong Sumba, Media Sumba yang kemudian berganti nama Sumba Pasola, dan Suara Jarmas. Sedangkan media massa elektronik, radio siaran, yang pernah ada yaitu Pelita Kasih, Foxmundi, dan Sonora. Belum lagi radio siaran pemerintah daerah. Disamping itu,  media on-line juga cukup berkembang.

Terus terang saya harus mengacungi jempol atas perjuangan insan pers di Sumba yang berusaha menghadirkan wajah pers di daerah. Mereka cukup disegani, terutama dalam menjalankan fungsi yang mereka emban sebagai peyeimbang dinamisasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan juga penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan hukum di daerah.  Boleh dibilang mereka dapat menjalankan kontrol sosial dengan baik.

Memang harus diakui juga bahwa dinamika kehidupan pers di Sumba mengalami dan menghadapi berbagai keterbatasan yang krusial. Tapi yang substansial adalah manajemen yang lemah, profesionalitas wartawan yang rendah, sampai dengan fasilitas dan sumber finansial yang ringkih. Artinya, pers di Sumba belum bisa masuk kategori industri pers dengan konsekuensi logisnya belum cukup mampu untuk mensejahterakan insan persnya sendiri.

Kondisi keterbatasan tersebut, mau tidak mau, menyebabkan pers daerah di Sumba, mengalami nasib, ibarat hidup segan matipun tak mau. Bahkan yang lain sudah tinggal ceritera saja. Sudah jadi almarhum atau tidak pernah muncul lagi.

Disamping itu, akibat kondisi tersebut, juga telah menyebabkan insan-insan pers di Sumba mudah tergoda untuk jatuh dalam pencobaan. Dimanfaatkan oleh tangan-tangan kuat atau yang berkuasa, terutama dalam urusan politik praktis. Demi dan untuk, mohon maaf, dapat bertahan hidup. Harap maklum karena hal itu memang sangat esensial. Dampaknya jelas, pers di Sumba belum bisa independen dan netral dalam urusan politik praktis di daerah.

Sampai di sini, perlu disampaikan pertanyaan,  apakah pers daerah seperti di Sumba, bisa dikembangkan menjadi industri pers? Jawabannya, mengapa tidak? Yang penting industri-industri pers besar atau yang sudah menggurita seperti Kompas, Media Indonesia, Jawa Pos, dan yang lainnya, berniat mengembangkannya, pasti saja bisa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline