Salam dan Bahagia.
Para sahabat Kompasiana yang saya kasihi, saya ajak mari kita tinggalkan Manado, Sulawesi Utara, untuk kembali ke Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sebagaimana para sahabat telah mengikuti beberapa artikel terdahulu yang saya posting di media Kompasiana tercinta ini tentang kisah Tradisi Ritus Nale dan Pasolanya, selalu muncul sosok tokoh yang dinamakan "Rato Nale". Mungkin saja para sahabat sempat bertanya dan ingin tahu apa dan siapa Rato Nale itu. Inilah yang ingin saya jawab melalui artikel sederhana ini.
Gelar
Saya mengawalinya dengan menjelaskan arti kata "Rato" dan "Nale". Kata Rato secara harfiah berarti "kaya". Orang-orang Sumba, terutama di wilayah barat, yang mempunyai harta banyak seperti emas kuno, kerbau, kuda, sapai, babi, kambing dan ayam disebut "Toyo Rato (dieja: torato) atau Ata Rato". Tempo dulu, Torato ini adalah para bangsawan Sumba.
Para bangsawan ini, selain disebut dengan predikat Maramba, juga disebut Rato. Orang Sumba juga mempunyai pengakuan tersendiri terhadap orang-orang istimewa yang mempunyai pengetahuan luas dan wawasan tentang adat-istiadat dan kebudayaan serta religiusitas asli lokal. Orang-orang ini juga disebut Rato.
Singkatnya, kata "Rato" yang berarti "kaya", adalah gelar bangsawan dan sesepuh adat untuk delapan suku di wilayah Pulau Sumba yaitu Kodi, Loura, Wewewa, Loli, Wanukaka, Lamboya, Gaura, dan Tana Righu. Sedangkan kata "Nale", agak sulit ditemukan padanan ke dalam bahasa Indonesia. Namun wujudnya jelas yaitu cacing laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Dalam konteks tradisi Nale, Rato Nale adalah seorang sesepuh adat atau imam adat yang mempunyai tugas utama mengatur penanggalan, bulan dan tahun menurut perhitungan adat. Sehingga Rato Nale disebut juga sebagai Mori Ndyoyo (Tuan Tahun). Di samping itu, Rato Nale juga bertugas mengatur tata ibadah dan prosesi perayaan tradisi nale. Dan selaku imam, selama menantikan kedatangan Sang Dewi Nale, Rato Nale menjalankan semedi yang disebut Kabukut.
Peranan
Rato Nale bukanlah imam adat umum seperti Rato Marapu yang memimpin doa dalam upacara pesta adat, syukuran, musibah atau orang sakit. Rato Nale adalah imam adat yang secara khusus bertugas menata masa / musim dalam jangka waktu tahunan, menghitung bulan dan tanggal, berkaitan masa rekreasi, masa kerja, masa pantang (paddu) dan masa panen, yang semuanya berhubungan erat dengan "Tradisi Ritus Nale", termasuk di dalamnya iven Pasola, sebagai perwujudan keimanan kepada Marapu para leluhur dan Marapu Sang Pencipta yang disebut Myori Mawolo Marawi.
Jabatan Rato Nale bukan hasil pemilihan biasa seperti musyawarah mufakat atau aklamasi. Rato Nale dipilih melalui suatu upacara ritus aliran kepercayaan Marapu yang dipimpin oleh para Rato Marapu yang disebut "Hamburuni la Urato" (dipersembahkan dan didoakan untuk mendapat restu dari Dewi Nale). Begitu seseorang tetua adat terpilih sebagai Rato Nale maka jabatannya berlangsung seumur hidup.