DARI masa ke masa, sampai saat ini, tidak sedikit orang luar, baik domestik Indonesia sendiri maupun manca negara, juga baik yang sudah sempat berkunjung maupun hanya mendengar ceritera dan melihat panorama lewat foto-foto, yang sangat "rindu" dengan Pulau Sumba. Aneka alasan impresi menggoda, mereka tuturkan, dan salah satunya tentang "Kuda Sandelwood" yang menghiasi padang savana-sabana sejuta bukit tana humbanusa Marapu.
Memori kisah para orang tua dan literasi yang mesti terbatas, dapat menuntun kita menguntai sepenggal kabar seputar kuda sandelwood. Konon, sejak nenek-moyang tau humba, toyo humba, ata zuba(orang Sumba), sebelum abad ke-18, ternak kuda sudah ada dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumba.
Secara genetis, jenis asli (plasma nutfah) kuda Sumba adalah "kuda poni". Penampilan morfologisnya, ukuran postur tubuhnya kecil dan tinggi punggungnya di bawah 150 cm. Sehingga sering pula disebut kuda poni mungil-imut. Namun bentuk kaki dan kukunya kuat, lehernya besar, dan daya tahannya tangguh. Warna rambutnya bervariasi yaitu hitam, putih, merah, kuning emas, krem, abu-abu, dan belang. Singkatnya, kuda poni ini meski kecil tapi lincah, indah, tangguh dan menakjubkan.
Trade Mark Sandelwood
Nama "Kuda Sandelwood" yang melekat indah pada kuda poni Sumba, tampaknya merupakan sebuah predikat identifikasi yang dimateraikan oleh para pedagang dari luar yang berburu kekayaan alam Sumba tempo dulu. Mereka berasal dari manca negara dan domestik nusantara. Para pedagang manca negara berasal dari Inggris, Portugis, Arab, India, Madagaskar dan juga Belanda yang sedang menjajah nusantara. Sedangkan para pedagang domestik berasal dari Bali, Sulawesi, Sumatera, Jawa dan Madura.
Sumba pada masa itu, memang populer sebagai sentra perdagangan di wilayah timur nusantara, karena merupakan habitat penghasil kayu cendana (sandelwood) terbesar dan terbaik di dunia dengan aromanya yang luar biasa. Bangsa-bangsa luar itu berkompetisi memasuki wilayah Sumba untuk membeli sandelwood sebagai komoditi perdagangan yang digandrungi di pasaran dunia dan domestik.
Para saudagar luar tersebut, rupa-rupanya juga jatuh cinta dengan kuda poni Sumba. Mereka meliriknya sebagai komoditi perdagangan alternatif dan ternyata diminati di pasaran. Tampaknya, demi kepentingan promosi usaha dagang, para saudagar itu memberikan label pasar atau trade mark pada kuda Sumba dengan predikat "Kuda Sandelwood".
Keistimewaannya
Kuda sandelwood Sumba memang lebih kecil dibandingkan dengan kuda-kuda dari daerah lain. Namun ia mempunyai daya tarik istimewa tersendiri, terutama keunggulan bentuk kaki dan kuku, leher dan daya tahannya. Ia sangat cocok sebagai sarana transportasi dan pacuan. Tercatat, kuda sandelwood termasuk dalam salah satu jenis kuda pacu asli Indonesia.
Keistimewaannya itu, telah menyebabkan para pehobi kuda pacu dan saudagar kuda jatuh cinta padanya. Ibarat ungkapan, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan, daya tarik kuda sandelwood terus legendaris sepanjang masa.
Dalam satu dekade belakangan ini pun, sempat terunggah di publik, bahwa tidak sedikit tokoh papan atas yang tetap terpikat dengan kuda sandelwood,diantaranya yaitu Billy Mamola, Brad Pitt, dan Joko Widodo. Billy Mamola, putra Jawa Barat, pengusaha dan peternak kuda terkemuka di Indonesia, termasuk yang jatuh cinta pada kuda sandelwood Sumba. Ia mengembangkannya di peternakannya. Bisa jadi lantaran itu pula, sehingga Hotel dan restoran miliknya yang ada di Lembang diberinya nama "Sandalwood Boutique Hotel".